Senin, 13 Januari 2014

Selinguh Anak Haram al-Qaeda; Front al-Nusra dan ISIS

Selingkuh antar Takfiri
Selingkuh antar Takfiri
Situs al-Akhbar pada hari Jum'at (10/01/14) melansir sebuah bocoran dari akun Twitter yang membongkar rahasia perseteruan Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin Negara Islam Irak dan Sham (ISIS), dengan Abu Muhammad al-Golani pemimpin Front al-Nusra di Suriah.

Sebuah akun Twitter @wikibaghdadi mengekspos apa yang disebutnya sebagai 'rahasia negara Baghdad' dan mengungkapkan rahasia pemerintahan Abu Bakr al-Baghdadi, sosok bayangan Baghdadi dan menceritakan kisah kemunculan Front al-Nusra.

Sejak 10 Desember lalu, sebuah akun Twitter muncul dan mengaku akan menerbitkan rahasia negara Baghdadi yang lebih dikenal sebagai Negara Islam Irak dan Sham (ISIS). Urutan informasi pada halaman itu menunjukkan bahwa kebocoran berasal dari mantan pemimpin ISIS, sebelum dia membelot dan bergabung dengan Front al-Nusra.

Akun tersebut mengajukan beberapa pertanyaan dan menjawabnya. Dia memberi jawaban tentang identitas emir ISIS, Baghdadi, dan nama-nama anggota dewan ISIS, rencana mereka dan sumber pendanaan. Akun itu menceritakan bagaimana Baghdadi menjadi pemimpin ISIS, alasan di balik perluasan kegiatan mereka ke Suriah dan kebijakan yang ditempuh oleh komandan organisasi.

Akun itu mengungkapkan peran penting seorang perwira Irak yang selalu menyertai Baghdadi dan seorang perwira Saudi bernama Bandar bin Shaalan yang cukup berperan dalam mendukung ISIS.

Secara singkat, @wikibaghdadi menyajkan akun rinci nama, nama samaran, bukti dan fakta-fakta tentang peristiwa yang saling terkait. Informasi yang disampaikan sesuai dengan sebuah film dokumenter yang mengekspos rahasia kelompok jihadi klandestin dan modus operandi mereka, meski al-Akhbar belum bisa memverifikasinya.

Siapa Abu Bakr al-Baghdadi?

Bocoran itu menyatakan bahwa nama asli Abu Bakar al-Baghdadi adalah Ibrahim Awwad bin Ibrahim Bou Badri Armoush. Dia dikenal sebagai Abu Awwad atau Abu Doaa. Jadi, Abu Bakar adalah alias belaka.

Menurut bocoran itu, Baghdadi bekerja di Fallujah dan menjadi seorang imam disebuah masjid di Diyala. Baghdadi tidak asli Baghdad karena dia berasal dari klan Bou Badri (bagian dari klan Bou Abbas dari Samarra) yang mengklaim sebagai keturunan Imam Hassan bin Ali as. Ini berarti, Abu Bakar masih memiliki akar dalam suku Quraisy yang merupakan syarat untuk menjadi emir dalam kelompok jihadi.

Tapi, Organisasi Validasi Keturunan Alawi, yang mengotentikasi keturunan Hashemi pada tahun 2009 menyatakan bahwa Bou Badri bukan keturunan Mohammed al-Jawad atau Bin Idris. Jadi mereka bukan keturunan Imam Hasan seperti yang mereka klaim selama ini.

Bocoran itu juga menunjukkan bahwa 100% anggota dewan pimpinan ISIS adalah warga Irak. Baghdadi tidak menerima kewarganegaraan lain karena dia tak mempercayai siapa pun. Jumlah personil di dewan selalu berubah-ubah, berkisar antara 8-13 orang. Pimpinan dewan dipegang oleh tiga mantan perwira tinggi Irak yang pernah menjabat di era pemerintahan rezim Saddam Hussein.

Mereka dipimpin mantan kolonel Angkatan Darat bernama Haji Bakr yang bergabung Negara Islam Irak ketika Abu Omar al-Baghdadi yang menjadi pemimpin. Abu Omar tewas terbunuh pada tahun 2010. Haji Bakar sendiri ditunjuk sebagai konsultan Abu Omar al-Baghdadi dan Abu Hafs al-Muhajir setelah memberi informasi militer tentang rencana tempur dan metode komunikasi dengan mantan komandan-komandan dari Partai Baath.

Bocoran itu menyebutkan, Abu Bakr al-Baghdadi bukan anggota dewan pimpinan Negara Islam Irak di era Abu Omar meski dia termasuk anggota organisasi dan tinggal di Fallujah. Tapi, setelah pembunuhan Abu Omar dan wakilnya, Haji Bakr mengejutkan semua orang di dewan militer karena mendukung Abu Bakr al-Baghdadi sebagai emir baru organisasi.

Sebuah fase baru Negara Islam Irak dimulai di bawah dua pemimpin; Abu Bakr al-Baghdadi di depan umum dan Haji Bakr di belakang layar. Kemunculan sang kolonel 'tak berjanggut peniru Barat' di samping Abu Bakar itu membuat banyak anggota jengkel. Akhirnya, Haj Bakr menumbuhkan jenggot dan mengubah penampilan dan tingkah lakunya. Sementara itu, anggota tak diizinkan bertanya tentang masalah kepemimpinan karena bertanya adalah meragukan dan meragukan berarti memecah barisan yang akan memicu pertumpahan darah.

Negara Islam Irak mulai bekerja pada dua jalur. Yang pertama, menjamin kohesi kelompok dan pengamanan dari dalam dengan menciptakan detasemen keamanan untuk menghilangkan faksi internal yang berbahaya. Secara paralel, Baghdadi dan Hajji Bakr setuju bahwa pemimpin tak akan mengadakan rapat lagi dengan perwira menengah di tubuh organisasi. Sebagai ganti, pemimpin akan memberi perintah lewat dewan syura yang dibentuk oleh Haji Bakr.

Kedua, berfokus pada pembentukan aparat keamanan yang akan melakukan pembunuhan rahasia. Anggota aparat ini semula hanya 20 orang. Tapi dalam hitungan bulan saja, anggotanya naik menjadi 100 di bawah komando mantan perwira, Abu Safwan al-Rifai. Aparat ini juga mendapat perintah langsung pemimpin organisasi dan akan membunuh para pembangkang dan pembelot utama kelompok begitu pula pemimpin lokal dan ulama Syariah.

Mengenai sumber keuangan, Negara Islam Irak masih meneruskan kebijakan Abu Omar al-Baghdadi; menyita barang-barang milik warga Syiah, Kristen, non Muslim dan bahkan kolaborator rezim pemerintah meski mereka warga Sunni. Selain itu, Negara Islam Irak juga mengambil alih sumber minyak, pabrik energi dan bahan bakar, perusahaan-perusahaan pemerintah dan sumber keuangan lain milik pemerintah Irak. Untuk sumber-sumber lain yang tak bisa disita, meraka akan mengancam membunuh pemiliknya atau meledakkan perusahaan kecuali mereka bersedia membayar uang perlindungan bulanan di bawah moniker perpajakan. Selain membuat pos pemeriksaan di sepanjang jalan raya, mereka juga mengumpulkan uang dari truk komersial.

Pemasukan keuangan kelompok ini semakin meningkat dan memungkinkan pembayaran gaji yang menarik dan hadiah dalam operasi militer. Ini membuat semakin banyak orang yang berminat untuk bergabung dengan organisasi. Sementara itu, Kolonel Bakr menunjuk dewan syura dengan semua anggota warga Irak. Hal ini berlanjut sampai krisis Suriah pecah tahun 2011.

Front al-Nusra dan ISIS
 
Bagaimana ISIS terbentuk dan gagasan siapakah itu? Mengapa Baghdadi mengirim Abu Mohammed al-Golani ke Suriah dan kemudian mengumumkan pembubaran Front al-Nusra serta menggabungkannya dengan ISIS? Apa ancaman yang dikirim ke Golani sebelum pengumuman ISIS? Sumber yang tidak diketahui menjawab pertanyaan ini (dalam ratusan tweet) sebagai berikut;

Ketika revolusi Suriah dimulai, anggota Negara Islam Irak mulai memperhatikan Suriah. Kolonel Bakr takut, kepergian mereka untuk berperang ke Suriah akan meruntuhkan kelompok dan membuka pintu bagi petinggi kelompok untuk lari lewat Suriah. Maka Baghdadi melarang kepergian anggotanya ke Suriah dan menetapkan mereka yang tak menaati perintahnya dianggap sebagai pembelot. Baghdadi melegalkan hal ini dengan alasan situasi masih belum jelas dan kesabaran masih dibutuhkan.

Pada saat yang sama, Bakr mengusulkan gagasan membentuk batalion non Irak untuk pergi ke Suriah di bawah komando warga Suriah. Dengan demikian, tak ada petinggi kelompok yang dapat bergabung dengan front Suriah tanpa persetujuan dan ini akan mencegah mereka membelot dari kelompok. Pemimpin baru di Suriah bisa menarik pejuang non Irak dari luar negeri. Inilah awal kemunculan Front al-Nusra di bawah kepemimpinan Golani. Front al-Nusra segera terkenal di seluruh dunia karena menarik 'jihadis' dari Teluk, Afrika Utara, Yaman dan bahkan Eropa. Haji Bakr dan Baghdadi takut pada perkembangan yang cepat itu karena anggota baru Front al-Nusra 'berhutang kesetiaan' pada Negara Islam Irak atau Baghdadi.

Hajji Bakr mengusulkan pada Baghdadi untuk meminta Golani mengumumkan dalam sebuah rekaman suara bahwa Front al-Nusra secara resmi berada di bawah Negara Islam Irak dan kepemimpinan Baghdadi. Golani berjanji akan memikirkannya. Tapi hari terus berlalu tanpa ada pemberitahuan apapun hingga Baghdadi mengirim peringatan padanya. Golani pun menegaskan janjinya untuk berpikir tentang hal ini dan berkonsultasi dengan mujahidin dan ulama di sekelilingnya sebelum dia mengirim surat pada Baghdadi yang menyatakan bahwa Front al-Nusra tak akan berada di bawah kepemimpinan Baghdadi sesuai pendapat dewan shura Front al-Nusra.

Tentu saja Baghdadi dan Bakr sangat marah. Terutama setelah Amerika memutuskan untuk memasukkan Front al-Nusra dalam daftar teroris dan membuat Golani menjadi 'the most wanted' di Suriah. Hal ini membuat Baghdadi dan Kolonel cemas karena keduanya percaya Front al-Nusra akan menjadi pesaing langsung Negara Islam Irak.

Secara politis, Golani menjadi pragmatis. Tapi ketakutan Kolonel dan Baghdadi sangat besar yang membuat Bakr mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah maju menggabungkan Front al-Nusra dengan Negara Islam Irak. Dalam pertemuan di Turki, Baghdadi meminta Golani melakukan operasi militer melawan Tentara Bebas Suriah (FSA) dengan dalih menghancurkan masa depan agen AS sebelum mereka menjadi besar di Suriah.

Dewan syura Front al-Nusra kemudian mengadakan pertemuan dan dengan suara bulat menolak perintah itu. Baghdadi dan Kolonel menganggap tindakan itu merupakan bukti jelas ketidaktaatan. Baghdadi pun mengirim surat bernada keras pada Golani dan memberinya dua pilihan: mematuhi perintah atau Front al-Nusra akan dibubarkan dan entitas baru yang diciptakan. Mereka menunggu jawaban Golani yang tidak jua tiba. Lalu Baghdadi mengirim utusan ke Golani. Tapi utusan itu ditolak.

Baghdadi mulai merasakan ancaman karena Golani semakin berada di luar kendali. Dia kemudian mengirim komandan Negara Islam Irak untuk bertemu dengan pemimpin Front al-Nusra dan menarik perhatian mereka dalam sebuah mimpi 'negara Islam dari Irak sampai Suriah' di bawah sebuah kepemimpinan terpadu. Beberapa dari mereka mendukung mimpi itu. Tapi sebagian besar mereka adalah Muhajirin alias orang asing. Beberapa hari kemudian, Front al- Nusra melemparkan beberapa dari mereka ke penjara dengan menuduh mereka menyebarkan takfirisme.

Baghdadi masih bertekad mengumumkan merger. Dewan pimpinan Negara Islam Irak menyetujui kepergian Baghdadi ke Suriah untuk memberi momentum lebih besar pengumuman merger. Emir Negara Islam Irak itu bertemu dengan para pemimpin berpengaruh di Front al-Nusra dan mengklaim bahwa alasan di balik pengumuman itu adalah menyatukan barisan 'jihadis'. Dia juga memanggil Golani untuk hadir dalam sebuah pertemuan. Golani menolak bertemu dengan alasan keamanan. Jadi Baghdadi memintanya mempublikasikan pernyataan atas namanya (untuk menjaga persatuan) yang mengumumkan pembubaran Front al-Nusra dan merger ke dalam sebuah entitas baru bernama Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Tapi Golani menjawab, hal itu akan menjadi kesalahan besar yang akan mengobrak-abrik popularitas yang sudah dibangunnya di antara warga Suriah.

Di sini, Bakr menyarankan agar Baghdadi mengeluarkan pernyataan atas namanya untuk mengumumkan pembubaran Front al-Nusra tanpa mengisolasi Golani dengan harapan Golani akan kembali ke akal sehat. Mereka mengkomunikasikan tanggal pengumuman dengan para pemimpin Front al-Nusra untuk mempersiapkan mereka mengumumkan kesetiaan pada Baghdadi di depan Baghdadi karena dia akan datang ke Suriah. Baghdadi mengeksploitasi fakta bahwa Golani tersembunyi dari para pemimpin utama dan syekh dalam Front al-Nusra.

Front al-Nusra kemudian pecah menjadi tiga kelompok. Yang pertama bergabung Baghdadi, yang kedua memilih Golani dan yang ketiga tetap netral. Inilah awal perang saling tuding yang memecah jajaran 'jihadis' Muslim. Inilah saat di mana seorang perwira Saudi bernama Bandar al-Shaalan muncul. Dia menjadi penghubung antara Baghdadi dan Front al-Nusra.

Pada saat yang sama, Bakr dan Baghdadi menemukan bahwa Golani tak akan tunduk pada perintah untuk membubarkan Front al-Nusra dan sedang mempersiapkan pernyataan pers untuk mengumumkan penolakannya. Kolonel menyarankan Baghdadi untuk membentuk detail keamanan dengan dua misi. Pertama, mengambil alih semua depot senjata yang dikendalikan Front al-Nusra dan membunuh di tempat semua orang yang menolak. Langkah ini bertujuan merusak amunisi dan senjata Front al-Nusra serta memimpin orang-orang yang menolak Front al-Nusra untuk bergabung dengan negara Baghdadi.

Misi kedua adalah untuk menghilangkan Golani dan rekan dekatnya dengan bahan peledak yang dipasang di bawah mobil mereka. Para pemimpin utama Front al-Nusra pun menjadi sasaran. Hal ini membuat Golani terpaksa mencari bantuan ketua al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri, untuk menyelesaikan sengketa dan menjaga agar al-Qaeda tak malu. Zawahiri meminta tokoh jihad dari Yaman dan Saudi untuk menengahi kedua belah pihak tapi Baghdadi menghindari pertemuan mereka. Hal ini membuat situasi memburuk mengingat ancaman konstan terhadap Golani. Akhirnya, Golani mengeluarkan pernyataan menolak pembubaran Front al-Nusra dan menyerahkan masalah ini ke tangan Zawahiri. Lanjutan cerita ini sudah diketahui media.

Bandar Saudi: The Strongman
 
Pernyataan Zawahiri menambah bensin dalam api yang tercipta antara Baghdadi dan Golani. Emir Negara Islam Irak menolak solusiZawahiri dengan dorongan Haji Bakar dan pemimpin agama Saudi, Abu Bakr al-Qahtani. Untuk mendukung proyek Negara Islam Irak, Qahtani berkomunikasi dengan mantan perwira Saudi bernama Bandar Bin Shaalan yang menjadi perwakilan organisasi mereka di Arab Saudi dan menjadi link bagi kelompok inti agama di Teluk yang mendukung Baghdadi. Shaalan mulai mengumpulkan pendukung Baghdadi. Kabar baik pertamanya adalah kehadiran seorang mufti yang mendukung Baghdadi bernama Nasser al-Thaqil. Shaalan mengatakan dia telah bertemu dengannya beberapa kali saat bekerja untuk mendukung Baghdadi.

Shaalani memperluas kegiatannya ke Bahrain dan bertemu dengan Turki Binali yang juga menunjukkan minat dan dukungan bagi negara Baghdadi. Utusan Saudi itu mengintensifkan usaha dan membentuk sebuah dewan syariah dalam mendukung Negara Islam Irak.

Turki Benali mengeluarkan pernyataan berjudul 'Uluran Tangan untuk Kesetiaan pada Baghdadi' dengan nama Abu Bakar Bin Abdul Humam-Aziz al-Athari. Shaalan juga aktif menarik donor dan mengkoordinasikan mobilisasi pejuang dari seluruh dunia. Dia bertanggung jawab di bidang media dan menjadi pendukung yang kuat untuk ISIS.

Kegagalan Mediasi Wahishi
 
Golani meminta bantuan Zawahiri dalam menyelesaikan sengketa dengan Baghdadi. Zawahiri lalu menugaskan seorang pemimpin Saudi dan dua warga Suriah untuk itu sambil mengirim surat pada ketua al-Qaeda di Yaman, Nasser al-Wahishi untuk memediasi.

Wahishi pun mengirim surat pada Golani dan Baghdadi. Tapi Golani tak menjawab. Golani mengulangi pernyataannya dan mengatakan bahwa kehadiran Baghdadi di Suriah akan menghancurkan revolusi. Selanjutnya, Wahishi berkomunikasi dengan Zawahiri dan mengatakan mediasi telah gagal. Hal ini memicu intervensi Hamed al-Ali, warga Kuwait, yang memutuskan untuk bertindak sendiri. Dia menyetujui pendapat Golani dan mengatakan bahwa Negara Baghdadi adalah sebuah kuburan politik dan kesalahan agama.

Namun, Kolonel Haji Bakar dan Baghdadi bersikeras pada Negara Islam irak sedang sang syekh Kuwait menekankan pentingnya persatuan sebagai syarat untuk mengakhiri konflik. Kedua belah pihak akhirnya sepakat bahwa kata akhir ada di tangan Zawahiri.

Inilah sebabnya kenapa pernyataan Zawahiri menguntungkan Golani. Tapi Kolonel meminta Baghdadi untuk menolak solusi itu dan membubarkan Front al-Nusra dengan melenyapkan pemimpinnya serta menemukan mufti untuk menyatakan kesetiaan pada Baghdadi. 
 
Sumber : http://www.islamtimes.org/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...