Kamis, 30 Januari 2014

Amerika Serikat Kebingungan di Suriah


Ilustrasi

Pejabat senior badan intelijen Amerika Serikat memperingatkan soal bahaya kehadiran para teroris asing di Suriah dan kembalinya mereka ke Eropa dan Amerika. James R. Clapper, Direktur Keamanan Nasional dan Ketua Masyarakat Intelijen Amerika di Senat mengatakan, ada kekhawatiran yang dalam terkait para ekstremis ini. Menurutnya jumlah teroris dan pemberontak bersenjata asing yang ada di Suriah mencapai tujuh ribu orang.

Kekhawatiran Direktur Keamanan Nasional Amerika atas kehadiran para teroris asing di Suriah disampaikan bersamaan dengan tersebarnya berita tentang kesepakatan Kongres Amerika untuk memulai kembali pengiriman senjata kepada pemberontak bersenjata Suriah. Masalah ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pengambil keputusan di Amerika mengalami kontradiksi dan kebingungan.

Dari satu sisi, permusuhan Amerika terhadap pemerintahan Suriah di bawah pimpinan Bashar Assad, Presiden negara itu, memaksa Washington menggunakan seluruh fasilitas yang dimilikinya dan mengalokasikan dana dalam jumlah sangat besar, persenjataan dan dukungan politik untuk para pemberontak Suriah. Akan tetapi di sisi lain, menjamurnya kelompok-kelompok pemberontak dan Takfiri di Suriah telah memukul genderang bahaya bagi masyarakat dunia.

Fenomena dukungan Amerika dan Eropa kepada kelompok-kelompok teroris di Suriah layaknya cerita seorang yang melepaskan binatang buas dari kandangnya dan sekarang tidak bisa memasukkannya kembali. Namun ini bukan kesalahan pertama Amerika terkait kelompok-kelompok ekstrem, kekerasan dan terorisme. Tiga dekade lalu Amerika juga mengalami kesalahan dalam memahami realitas yang terjadi di Afghanistan, sehingga kelompok teroris Al Qaeda dan Taliban lahir dengan bantuan langsung Amerika dan pada akhirnya menyerang tuannya sendiri.


Di Suriah, pemerintah Amerika dan Eropa membayangkan bahwa dengan memberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok anti-Assad, mereka akan mampu menggulingkan pemerintahan Damaskus dengan cepat dan menaikkan kubu pro-Barat serta sekuler ke tampuk kekuasaan. Akan tetapi perlawanan rakyat Suriah dan tidak mengakarnya kelompok pemberontak, membuat agenda yang telah disusun berantakan. Sebagian pendukung pemberontak Suriah di kawasan, untuk lari dari kekalahan, merekrut orang-orang dan kelompok paling ekstrem dari seluruh penjuru dunia.

Saat ini dikabarkan bahwa para teroris dari 70 negara berbeda sedang bertempur, bahkan melawan pemberontak dalam negeri Suriah dengan suntikan dana Syeikh-syeikh Arab dan persenjataan Barat. Kekejaman kelompok teroris Daulah Islamiyah fi Iraq wa Syam (DIIS) tidak diragukan telah mencengangkan seluruh masyarakat internasional.

Sekarang ini bahaya berubahnya Suriah menjadi Afghanistan kedua, itupun di wilayah strategis Timur Mediterania dan berbatasan dengan Turki serta rezim Zionis Israel, dua sekutu dekat Barat, sudah semakin besar. Jika tidak ada perlawanan dari bangsa Suriah, dunia akan menghadapi bencana yang jauh lebih besar dari yang pernah terjadi di Afghanistan dengan berkuasanya Taliban.

Namun demikian, sejak beberapa bulan lalu, dengan semakin seriusnya bahaya teroris Takfiri di Suriah, strategi negara-negara pendukung pemberontak bersenjata Suriah kurang lebih mengalami perubahan. Sebagai contoh, Turki mulai membatasi aktivitas para teroris Takfiri dan Eropa menghentikan pasokan senjatanya untuk pemberontak Suriah.

Bersamaan dengan itu, seluruh pejabat keamanan di Eropa dan Amerika memperingatkan bahaya kembalinya warga Eropa dan Amerika yang berperang di Suriah. Akan tetapi sekalipun demikian, kebencian mendalam terhadap pemerintahan politik Suriah dan ambisi untuk mendirikan pemerintahan boneka di antara negara-negara Arab dan Barat semakin meluas, sehingga melebihi cepatnya pertumbuhan kelompok-kelompok ekstrem dan kekerasan di negara Arab itu.

Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, api yang disulut Barat di Suriah akan merembet juga ke Eropa dan Amerika. Selain itu bencana yang jauh lebih mengerikan yang ditimbulkan para teroris akan terjadi juga di New York, Washington, London dan Madrid.

Source : https://www.facebook.com/SyriaNewsIndonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...