Minggu, 26 Januari 2014

Hizbollah, Iran dan Ancamannya bagi Israel

hizbollah missile

Konflik Suriah telah menjadi medan perang tersendiri bagi Israel dengan Hizbollah, dan beberapa serangan udara Israel atas beberapa fasilitas militer di Suriah menjadi salah satu bentuknya. Para pejabat Israel dan Amerika percaya, Hizbollah berhasil menjadikan konflik Suriah sebagai pelindung operasi-operasi “penyelundupan” senjata-senjata canggih ke Lebanon melalui Suriah.

Berbagai sumber menyebutkan bahwa beberapa komponen rudal anti-kapal canggih telah diselundupkan ke Lebanon melalui Suriah, bagian demi bagian, untuk menghindari pengawasan inteligen Israel. Sementara berbagai senjata canggih yang bisa menghancurkan pesawat, kapal hingga pangkalan-pangkalan militer Israel telah tersimpan di gudang-gudang rahasia milik Hizbollah di Suriah. Setidaknya, demikian keyakinan para pejabat keamanan Israel dan Amerika.

Saat senjata-senjata itu sampai di tangan Hizbollah, maka Israel akan semakin kesulitan untuk menundukan musuh bebuyutannya itu dalam perang yang terjadi di masa mendatang.

Iran berkepentingan untuk meningkatkan daya tempur Hizbollah untuk membuat Israel berfikir 2 kali sebelum memutuskan menyerang Lebanon, Iran, atau sekutu-sekutu Iran lainnya. Bantuan senjata kepada Hizbollah berarti juga memperkuat kedudukan sekutu Iran Presiden Suriah Bashar al Assad dan sekaligus mengamankan jalur suplai antara Iran dan Hizbollah di Lebanon.

Israel tercatat telah 5 kali melakukan serangan udara sepanjang 2013 lalu dalam upayanya menghentikan pengiriman senjata-senjata canggih Hizbollah melalui Suriah. Israel dan Amerika meyakini, serangan-serangan tersebut berhasil menghentikan untuk sementara pengiriman rudal-rudal anti-pesawat SA-17 buatan Rusia dan rudal-rudal Fateh-110 buatan Iran. Rudal Fateh-110 adalah kiriman dari Iran, namun SA-17 berasal dari Suriah sendiri.

Namun demikian inteligen Amerika dan Israel meyakini Hizbollah berhasil mendapatkan 12 sistem rudal anti-kapal yang dikirimkan melalui Suriah. Israel telah berusaha menghentikan pengiriman rudal-rudal tersebut pada dengan serangan udara pada bulan Juli dan Oktober 2013, namun hasilnya tidak begitu meyakinkan Israel.

Para pejabat Amerika dan Israel meyakini Hizbollah telah berhasil mendapatkan beberapa komponen penting sistem rudal tersebut (radar, peluncur dan pengendali rudal serta rudalnya) selama koflik Suriah tahun lalu. Di antaranya adalah komponen penting rudal anti-kapal Yakhont. Namun rudal-rudal tersebut masih belum siap dioperasikan karena masih ada bagian-bagian tertentu yang tertinggal.


Para analis militer meyakini Hizbollah memiliki lebih dari 100.000 rudal yang mengarah ke Israel. Rudal-rudal itu terdapat di berbagai wilayah di Lebanon, membuat Israel mengalami kesulitan untuk menghancurkannya sekaligus dengan serangan udaranya. Dengan kemampuan pertahanannya yang semakin canggih, risiko serangan udara Israel juga semakin berat bagi Israel.

Beberapa pejabat inteligen Amerika menyebutkan bahwa personil-personil satuan elit Iran, Al Quds Force, terlibat langsung dalam pengiriman senjata-senjata canggih Iran ke Suriah. Dengan senjata-senjata tersebut, Hizbollah bisa menyerang sasaran di Israel, termasuk pesawat-pesawat terbang Israel, dari wilayah-wilayah yang dikuasai pemerintah Suriah. Dengan adanya ancaman-ancaman itulah, Israel berkepentingan untuk menjadikan konflik Suriah terus berlanjut. Setidaknya, kaki tangan Israel yang kini memerangai pemerintah Suriah, akan menyibukkan poros anti-Israel Iran-Hizbollah-Suriah.

“Tidak bisa dibantah bahwa Israel berkepentingan dengan kondisi chaos di Suriah tanpa harus terlibat langsung di dalamnya,” kata Steven Simon dari International Institute for Strategic Studies di Washington dan bekas pejabat keamanan senior pemerintahan Barack Obama.

Rudal Jinjing Iran

Sementara itu Iran baru saja “meresmikan” 2 senjata andalan barunya, rudal anti-pesawat jinjing Misagh 1 dan Misagh 2. Sebagaimana dilaporkan media pemerintah “Tasnim” pada 8 Desember 2013 lalu, rudal-rudal tersebut diklaim lebih canggih dibanding senjata-senjata sejenis Stinger buatan Amerika dan RBS-70 buatan Swedia.

Menurut laporan tersebut kedua rudal tersebut memiliki panjang 1,5 meter dan bisa menembak jatuh sasaran pada ketinggian hingga 4.000 meter. Menurut laporan tersebut Misagh 1 memiliki kecepatan 600 km/detik (2.100 km/jam) sedangkan Misagh 2 850 meter/detik (3.100 km/jam). Kedua rudal dilengkapi teknologi “tembak dan lupakan” yang memungkinkannya meluncur ke sasaran bergerak dengan tepat. Sistem pemandu rudal ini adalah sistem pencari infra merah.

Kepemilikan rudal-rudal ini tentu saja semakin membuat Amerika dan Israel khawatir. Dengan kemudahannya dibawa ke-manapun, mudah ditembakkan serta mudah disembunyikan, senjata ini sangat ideal digunakan oleh satuan-satuan militer yang menerapkan strategi perang gerilya, sebagaimana dianut oleh Hizbollah.

Pada tahun 2002 sekelompok militan Kenya menembakkan rudal jinjing buatan Rusia SA-7 terhadap pesawat penumpang Israel yang berisi 261 penumpang dan awaknya. Meski hanya nyaris tepat sasaran, serangan tersebut menggugah kesadaran tentang berbahayanya rudal seperti itu.

Sebuah laporan yang dikeluarkan Federation of American Scientists mengingatkan tentang ancaman penyebaran rudal-rudal jinjing terutama di tangan kelompok-kelompok teroris. Inteligen Amerika sendiri telah bertahun-tahun melakukan operasi untuk melacak dan mengambil alih rudal-rudal jinjing dalam peredaran “pasar gelap” terutama setelah tumbangnya regim Moammar Khadaffi yang berdampak pada hilangnya sejumlah besar rudal jinjing milik militer Libya.

Laporan tersebut menyebutkan Misagh-1 dan Misagh-2 sebagai rudal jinjing generasi ketiga dan keempat yang telah dimiliki oleh beberapa kelompok militan, yang kemungkinan besar adalah Hizbollah.

Sejak kekalahannya dalam perang melawan Hizbollah tahun 2006, Israel meningkatkan kemampuan perang sibernya untuk melacak jaringan komunikasi antara Iran, Hizbollah dan Suriah, terutama untuk mencegah pengiriman senjata-senjata canggih dari Iran ke Hizbollah, Iran ke Suriah ataupun Suriah ke Hizbollah. Dan pada tahun 2012 Israel mengetahui bahwa Iran, kareka kekhawatiran perkembangan konflik Suriah, berupaya meningkatkan volume pengiriman senjata kepada Hizbollah terutama sistem-sistem peluru kendali modern.

Dalam perspektif Israel, senjata-senjata Hizbollah merupakan garis pertahanan pertama Iran dari serangan Israel. Israel juga menilai, Bashar al Assad juga berkepentingan untuk menjaga jalur suplai senjata dari Iran ke Hizbollah.

Dalam rangka mencegah pengiriman tanpa harus masuk ke wilayah udara Suriah yang telah dilengkapi sistem pertahanan udara yang lebih canggih sekaligus menghindarkan kemarahan internasional, Israel menerapkan taktik baru, yaitu menembak dari udara Israel. Para pilot Israel dilatih melakukan taktik penembakan “lofting”, yaitu terbang dengan kecepatan tinggi dan ketinggian maksimal sembari mengarahkan rudalnya ke sasaran yang jauh di Suriah. Energi kinetik dari kecepatan dana ketinggian mambantu meningkatkan daya jangkau rudal-rudal yang ditembakkan dari pesawat pembom Israel.

Serangan pertama Israel terjadi tgl 30 Januari 2013 dengan sasaran konvoi pengiriman rudal anti-pesawat SA-17 buatan Rusia. Selanjutnya pada bulan Mei 2013 Israel mendeteksi pengiriman rudal Fateh-110 melalui pesawat terbang yang hendak mendarat di bandara Damaskus. Israel melakukan serangan “lofting” dari atas udara Lebanon pada tgl 2 Mei 2013. Pada bulan yang sama inteligen Israel dan Amerika mendeteksi pengiriman rudal anti-kapal Yakhont yang mampu menembak sasaran dengan tepat di balik horison.

Pada tgl 5 Juli Israel menembak beberapa sasaran berupa gudang penyimpanan militer di Latakia, Suriah, yang diyakini menyimpan rudal-rudal Yakhont. Setelah serangan terjadi, satelit inteligen Amerika mengetahui bahwa militer Suriah menghancurkan sisa-sisa serangan yang masih utuh, yang disimpulkan bahwa Suriah berupaya menimbulkan kesan bahwa serangan Israel berhasil menghancurkan seluruh isu gudang, meski yang sebenarnya tidak demikian.

Analisis inteligen Amerika dan Israel kemudian menyimpulkan bahwa serangan di Latakia hanya menghancurkan sebagian kecil sasaran dan sebagian besar lainnya telah dipindahkan sebelumnya. Maka pada tgl 30 Maret Israel kembali melakukan serangan udara.

Setelah serangan terakhir, para analis Israel mengatakan kepada mitra Amerikanya bahwa sebagian besar rudal Yakhont yang disasar berhasil dihancurkan, sementara sisanya teronggok di beberapa gudang rahasia. Mereka percaya, sebagian komponen rudal-rudal itu kini telah sampai di gudang-gudang rahasia milik Hizbollah meski Israel telah berusaha keras untuk mencegahnya.

“Hizbollah sangat-sangat pintar,” kata seorang pejabat keamanan senior Amerika.
“Dan mereka sangat sabar,” tambahnya. 

Source : liputanislam.com (CA/al-Akhbar/Press TV)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...