Begitu terpampang foto Erdogan yang sowan
ke Teheran dan diterima dengan sangat hangat, sontak seluruh dunia
mulai berbisik -bisik. Ada pihak yang kesal karena bertamunya Erdogan ke
negeri yang mayoritas penduduknya adalah muslim Syiah seolah
meruntuhkan skenario konflik Sunni – Syiah yang sedang dikampanyekan
secara masif.
Selama ini Erdogan, oleh sebagian kaum muslim terutama dari sebagian
kelompok Sunni, sosoknya dianggap sebaga pemimpin ideal. Media Islam
mainstrem seperti Voa Isalm dan Suara Islam pun tidak ketinggalan untuk
menobatkan Erdogan sebagai pemimpin sejati dunia Islam. Dalam
artikelnya
Dunia Islam memiliki pemimpin sejati, yaitu Perdana Menteri Turki dan Pemimpin Partai AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan), Recep Tayyib Erdogan (Rajab Tayib Erdogan). Bukan Raja Arab Saudi, Abdullah. Erdogan memiliki perhatian yang sangat luar biasa terhadap nasib dan kondisi kaum Muslimin di seluruh dunia. Sekalipun, Turki sebagai negara sekuler, sebagaimana dalam konstitusinya, tetapi Turki dan Erdogan memiliki perhatian dan kepedulian yang sangat luar biasa terhadap kaum Muslimin di seluruh dunia. Bukan seperti para raja, perdana menteri, dan pangeran di negara-negara Arab. Begitu agungnya jiwa Erdogan sebagai pemimpin yang memiliki perhatian dan keprihatinan atas nasib yang dialami oleh saudaranya di Mesir.
Sekarang, Turki menanggung lebih 300.000 pengungsi Suriah. Pemerintah Turki mengeluarkan dana yang tidak sedikit bagi kebutuhan sehari-hari para pengungsi Suriah diperbatasan Turki-Suriah. Turki ikut terlibat aktif dalam membantu perjuangan para Mujahidin Suriah yang sekarang harus berperang melawan kekuatan tentara Suriah yang dibantu milisi Syiah.
Nah, jika pemimpin sejati dunia Islam itu kemudian bertandang ke
rumahnya kaum Syiah dan dengan ringan berkata “Iran adalah rumah kedua
bagi saya”, berpelukan mesra dengan Presiden Rouhani, dan menyepakati
untuk melawan terorisme bersama, maka segala bentuk propaganda dari
media bahwa Syiah memusuhi atau membunuhi Sunni hanyalah khayalan belaka
dari para redaksinya, fitnah- fitnah yang selama ini begitu gencar
ditujukan untuk Iran dan Syiah menjadi tidak bernilai.
Namun, tidak sedikit yang meragukan niat tulus Erdogan dalam
memperbaiki hubungan dengan Iran. Mereka meyakini bahwa Erdogan hanya
sedang berusaha menyelamatkan diri dari kesalahan strategi politiknya di
Suriah. Terlepas dari itu semua, melihat kemesraan Erdogan dengan
Rouhani, benih- benih harapan akan persatuan Islam pun mulai tumbuh.
Tidak sedikit yang berharap bahwa kunjungan Erdogan ini adalah momen
berharga–mungkin titik balik sadarnya masyarakat dunia bahwa umat
Islam harus bersatu untuk melawan musuh kita yang sebenarnya.
Jika kemudian Israel segera bertindak atas kemesraan Iran dan Turki dengan menawarkan 20 juta dollar
sebagai kompensasi bagi keluarga sembilan warga Turki yang tewas dan
mereka yang terluka akibat serangan Tentara Israel pada Mari Marvara,
mungkin kita akan bertanya, apakah ini kebetulan saja?
Dalam perundingan besarnya kompensasi, Turki mematok senilai 30 juta
dollar, namun Israel hanya bersedia membayar setengahnya. Dan kepulangan
Erdogan dari Iran berefek pada bertambahnya ‘nilai tawar’ Turki di
hadapan Israel. Bahkan, Netanyahu bersedia jika harus bertambah 3 juta
dollar lagi untuk menunjang lancarnya perundingan.
Secara resmi, belum ada pernyataan dari pihak Turki terkait tawaran
Israel. Namun seperti yang dikabarkan Haaretz, setelah melewati masa
perundingan yang panjang, sikap Turki sudah mulai melunak. Sebelumnya,
Turki menuntut agar Israel mencabut blokade di Gaza sebagai syarat
untuk normalisasi hubungan, namun pada 8 November 2013 Menteri Luar
Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan bahwa negaranya merasa puas
dengan perubahan kebijakan Israel yang memungkinkan masuknya bantuan
kemanusiaan ke Gaza. Tawaran Israel kali ini pun sepertinya menunjukkan
arah yang positif.
Israel, tentu saja tidak buang–buang uang secara percuma. Dibalik
kompensasi yang ditawarkan, Israel mengajukan syarat syarat khusus.
Diantaranya:
1. Turki harus membatalkan tuntutan hukum atas tentara IDF yang
terlibat dalam penyerangan terhadap kapal Mari Marvara, dan jika di
waktu mendatang ada pihak yang ingin mengajukan proses hukum atas
tragedi tersebut, Turki harus mencegahnya.
2. Israel menghendaki agar hubungan diplomatik kedua negara
dipulihkan kembali. Seperti pertemuan tingkat menteri, saling kunjungan
dan langkah-langkah lain.
3. Israel berharap Turki tidak melakukan penyerangan terhadap Israel di forum internasional dan dan juga di media massa.
Turki sepertinya harus cermat memilih kawan. Kegagalannya di Suriah
seharusnya bisa menjadi pelajaran berharga bagi kebijakan ke depan.
Memilih menjadi sahabat setia Israel, atau menjadi sahabat setia Iran.
Permainan masih belum berakhir dan kita masih harus menunggu, seberapa
besarkah uang dapat mempengaruhi langkah yang diambil oleh pemerintah
Turki.
Source : liputanislam/haaretz/voaislam/AF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...