Rasulullah saaw bersabda, “Pada malam aku di isra’-kan,
aku melewati satu kaum yang sedang mencakar-cakar wajah mereka dengan
kuku-kuku dan jemari mereka. Aku berkata, ‘wahai Jibril, siapakah mereka
itu?’ Jibril menjawab, ‘Mereka itu orang-orang yang melakukan ghibah terhadap manusia dan merusak kehormatan mereka.” (Ensiklopedi Mizan al-Hikmah jilid 3, hal. 433)
Ghibah artinya bergunjing atau menggosip, yaitu membicarakan
keburukan (aib) orang lain pada saat ia tidak berada bersama orang-orang
yang bergunjing, termasuk berbicara tentang hal-hal yang berkaitan
dengan akhlaknya, penampilan lahiriahnya, atau kepribadiannya. Ghibah tidak hanya terbatas pada kata-kata, tetapi mencakup semua cara komunikasi, baik dengan perkataan, perbuatan, ataupun sikap.
Rasulullah saaw mendefenisikan ghibah melalui sabdanya kepada Abu Dzar, “Wahai
Abu Dzar, jauhkanlah dirimu dari ghibah, karena sesungguhnya ghibah itu
lebih lebih berat dosanya dari zina.” Abu Dzar bertanya, “Ya
Rasulullah, apa itu ghibah? Rasul menjawab, “ucapanmu tentang saudaramu
yang ia membencinya.” Abu Dzar berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana jika
yang diucapkan itu sesuai kenyataan?” Rasulullah saaw menjawab,
“Ketahuilah, mengatakan hal-hal yang ada pada saudaramu itulah ghibah.
Sedangkan mengatakan hal-hal yang tidak ada pada saudaramu, itu adalah
fitnah.” (Biharul Anwar jilid 77, hal. 89).
Ghibah merupakan perbuatan yang sangat tercela, yang mengandung
banyak bahaya dan kerugian baik secara pribadi maupun bagi kehidupan
sosial masyarakat. Di dalam al-Quran Allah swt mencela perilaku ghibah dengan menyamakannya seperti memakan daging busuk, “Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Hujurat/49 : 12)
Tentang dosa dan bahaya ghibah, Rasulullah saaw bersabda, “Ghibah
merupakan suatu dosa yang lebih berat daripada berzina.’ ‘Bagaimana bisa
begitu ya Rasulullah?” tanya sahabat. Rasulullah saaw menjawab, ‘Karena
seseorang yang berzina dan bertobat kepada Allah, maka Allah menerima
tobatnya. Namun, ghibah tidak diampuni (oleh Allah) sampai orang yang
dighibahnya memaafkannya.”
Rasulullah saaw juga bersabda, “Barangsiapa yang menghibah seorang
muslim atau muslimah maka Allah tidak menerima salat dan puasanya
selama empat puluh hari empat puluh malam, kecuali orang yang dighibah
itu memaafkannya”
Imam Husain as berkata, “wahai fulan! Berhentilah menghibah, karena sesungguhnya hal itu adalah makanan anjing-anjing neraka.” (Ensiklopedi Mizan al-Hikmah jilid 3, hal. 434)
Di dunia, orang yang melakukan ghibah akan mendapat kehinaan
di sisi manusia dan sisi Allah swt. Ia akan dibenci oleh teman-temanya
dan kelompok masyarakat. Begitu pula, ghibah akan merusak kehidupan
sosial, karena akan terjadi pencemaran nama baik orang beriman, sehingga
menyebarlah penghinaan, ejekan, yang bisa menimbulkan pertengkaran dan
permusuhan. Sedangkan di akhirat, orang yang melakukan ghibah kelak
dipermalukan dihadapan seluruh makhluk, ia akan memakan bangkai yang
sangat busuk, atau ia akan memakan dagingnya sendiri, dan juga dirinya
akan berubah menjadi anjing yang memakan daging busuk, atau ia akan
menjadi santapan anjing-anjing neraka.
Imam Ja’far Shadiq berkata, “Orang yang menyebarluaskan suatu hal
buruk tentang orang beriman dengan tujuan mempermalukan dan
menghinakannya, Allah akan menjauhkannya dari penjagaan-Nya dan
menyerahkannya kepada setan. Janganlah menggunjingkan orang lain agar
orang lain tidak menggunjingkanmu. Janganlah menggali lubang untuk
membuat saudaramu jatuh ke dalamnya, jangan sampai dirimu jatuh ke dalam
lubang yang sama. Apabila engkau menyalahkan orang-orang lain, maka
orang-orang lain tentu saja akan menyalahkanmu.”
Untuk itu, maka kepada kaum muslimin ditegaskan untuk menjauhkan diri dari perilaku ghibah (gosip, bergunjing, atau mengumpat) agar mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat. Jika ada orang yang sedang ber-ghibah,
baik itu teman atau keluarga kita, hendaknya kita mengingatkan mereka
atau meninggalkan mereka untuk meghindar sampai pembicaraan mereka
berubah pada kebaikan. Sebab, Imam Ali as berkata, “orang yang
mendengarkan ghibah, sama dengan orang yang ber-ghibah.”
Begitu pula, kita harus senantiasa menyadari dan mencamkan bahaya-bahaya ghibah di atas dan berusaha untuk berprasangka baik pada orang lain. Janganlah berteman dengan orang yang suka ber-ghibah, karena boleh jadi pada suatu hari nanti, diri kamu juga akan di-ghibah-kannya
dihadapan orang lain. Karena itu, perhatikanlah keburukan, aib dan
kekurangan-kekurangan diri sendiri, dan perhatikanlah kebaikan-kebaikan
orang lain. Itulah di antara cara-cara untuk menghindarkan diri kita
dari sifat ber-ghibah. “Barang siapa melakukan kebaikan bagi
saudaranya dengan menolak ghibah ketika mendengarnya dalam suatu
majelis, maka Allah akan menyelamatkannya dari seribu keburukan di dunia
ini dan di akhirat”, begitu kita diingatkan oleh Rasulullah saaw.
Source : LiputanIslam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...