Takfirisme adalah musuh negara-negara Islam. Demikian pandangan yang mengemuka dalam Konperensi Internasional Persatuan Islam ke-27 yang digelar di Teheran, Iran, sejak hari Jumat (17/1) hingga hari ini (19/1).
Berpidato pada pembukaan konperensi yang dihadiri Presiden Iran Hassan Rouhani dan ratusan ahli dari 50 negara, mantan perdana menteri Irak Ibrahim al-Jaafari menyerukan perlawanan bersama negara-negara Islam terhadap ancaman takfirisme atau faham yang mengajarkan orang untuk mudah mengkafirkan orang lain karena perbedaan pendapat. Jaafari juga mengingatkan bahwa Palestina yang sebagian besar wilayahnya masih berada di bawah penjajahan Israel termasuk kota suci Al Quds (Jerussalem), merupakan masalah utama yang dihadapi umat Islam di dunia. Namun gerakan takfirisme justru membuat umat Islam melupakan masalah Palestina dan justru sibuk dengan konflik internal.
Jaafari menegaskan bahwa harga diri dan kebanggaan serta nasib umat Islam keseluruhan tidak bisa dipisahkan dengan Palestina dan Al Quds-nya.
Terkait dengan masalah-masalah kesukuan yang terjadi di Irak Jaafari menyebutkan bahwa Irak saat ini tengah menghadapi ancaman keterpecah-belahan, namun agama, kesukuan dan keberagaman etnis tidak boleh menjadi sumber keterpecah-belahan.
Jaafari juga menyebutkan bahwa media massa internasional telah berupaya menjadikan masalah di Irak sebagai konflik sektarian antara Shiah dan Sunni, namun ia percaya upaya itu akan mengalami kegagalan karena masih adanya kesadaran agama di tengah-tengah masyarakat. Ia menyebut moderasi (sikap jalan tengah, atau tidak ekstrim) merupakan prinsip utama dalam Islam yang diajarkan dalam al Quran.
Sementara itu kepala dewan politik Hizbollah Sayyed al-Sayyedbrahim Amin al-Sayyed dalam pidatonya mengatakan bahwa umat Islam keseluruhan akan mampu melawan bahaya Takfirisme. Menyinggung tentang konflik yang terjadi di Syria, Sayyed menyebutnya sebagai upaya untuk memecah belah umat Islam terutama antara kelompok Shiah dan Sunni. Menurut Sayyed, konflik Syria merupakan upaya dari kekuatan zionis untuk mengalihkan perhatian ummat Islam dari Palestina dan Al Quds.
Tentang keterlibatan Hizbollah di Syria, Al-Sayyed menyebutkan sebagai upaya bela diri untuk mempertahankan Islam dari perang kotor yang dilakukan musuh-musuh Islam untuk menghancurkan umat Islam secara budaya, sains maupun ekonomi. Sayyed menuduh orang-orang takfiri, terutama yang kini berperang di Syria, telah memanipulasi Islam, dan hal itu merupakan bahaya yang sangat serius yang harus menjadi perhatian serius umat Islam.
Dibuka oleh Presiden Rouhani pada hari Jumat (17/1) dan berlangsung selama 3 hari, konperensi “The 27th International Islamic Unity Conference” diikuti oleh 370 pakar dari 50 negara di dunia termasuk Malaysia, Rusia, Yunani, Iraq, Lebanon, Saudi Arabia, Thailand, Aljazair, Inggris, Amerika, Australia, Uganda, Tunisia, Belanda, Qatar, Yaman dan Mesir.(CA/almanar)
Source : http://liputanislam.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...