Minggu, 23 Maret 2014

Putin: Tak Ada Yang Terbunuh di Crimea, Kalau Barat….?


Presiden Vladimir Putin berpidato di depan parlemen Rusia usai resmi menerima penggabungan Crimea./*kremlin.ru
Presiden Vladimir Putin berpidato di depan parlemen Rusia usai resmi menerima penggabungan Crimea./*kremlin.ru

Bersamaan dengan pesta perayaan besar-besaran usai resmi bergabung ke Rusia di Simferopol, ibukota Crimea, Sabtu (22/03/2014) tadi malam, Presiden Rusia Vladimir Putin melengkapi kesuksesan itu dengan pidato bernada kemenangan.

Di hadapan anggota parleman Rusia, penguasa Kremlin itu menyatakan telah menandatangani perjanjian penggabungan Semenanjung Crime dan kota Sevastopol dengan Rusia dan menegaskan Crimea akan selamanya menjadi bagian tak terpisahkan dari Federasi Rusia.


Dilansir Ria Novosti, Minggu (23/03/2014), dengan percaya diri Putin menyebut legalisasi referendum di Crime. Di bagian lain, Putin juga mmenjustifikasi kebijakan militernya di Crime.

“Lihatlah kami, selama pasukan Rusia ada di Crimea tidak ada seroang pun yang mati.  Ini sangat berbeda dengan opini Barat. Tanyalah, berapa nyawa melayang akibat peluru dan rudal mereka, yang banyak menewaskan warga sipil. Rusia tidak demikian, semua berjalan dengan baik dan ini bukan agresi militer,” tegas Putin, yang langsung mendapat standing applaus dari para anggota parlemen.

Dalam pidato yang disiarkan oleh semua televisi Rusia itu, Putin mengkritik rival utamanya Amerika Serikat dengan menuding Barat menerapkan standar ganda. Ketika Kosovo secara sepihak menyatakan kemerdekaan dari Serbia, teriakan pemerintah Serbia terkait pemisahan ini jelas-jelas melanggar UUD negara ini serta hukum internasional tidak pernah didengarkan oleh Barat.

“Jika Crimea tidak ada orang yang mati,  saya ingin mengingatkan kalau rekan kita di Washington dalam kebijakan praktisnya selalu melanggar hukum internasional dan kebijakan luar negeri mereka haus darah, karena mereka memaksakan kehendak lewat senjata dan kekerasam,” kritik Putin.

Menurut Putin, penguasa di Amerika selalu yakin bahwa mereka adalah golongan terpilih dan istimewa dan merasa punya hak menentukan nasib dan mengatur masa depan dunia.

“Kini sudah tiba saatnya Barat harus mengakui Rusia memperjuangkan kepentingan nasionalnya dan mencantumkannya dalam agenda kerjanya di tingkat internasional. Kami minta kalian menghormati kebijakan ini,” lanjut Putin.

Di akhir pidatonya, Putin menegaskan Rusia tidak akan tinggal diam dengan manuver NATO hingga ke perbatasan Rusia.

“Tindakan itu adalah ancaman militer bagi kami dan Rusia tidak akan membiarkan hal ini terus berlanjut,” tegas mantan agen dinas rahasia KGB di era Uni Soviet itu.

Menyikapi pidato Putin, Presiden Prancis Francois Hollande, dilansir CNN, menyebut pidato itu hanya menjustifikasi tindakan tidak tahu malu Rusia menganeksasi Crimea dari Ukraina.

“Presiden Putin bebas mau bicara apa saja, namun bagi kami tindakan atas Crimea adalah pelanggaran hukum internasional,” tandas Hollande.

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, dilansir NBC News, juga mengecam pidato Putin dengan menyebut bahwa pidato itu adalah cerminan arogansi Rusia yang dengan melanggar hukum internasional telah menginvasi negara lain.

“AS akan makin menguatkan sanksi kepada Rusia selama negara itu tidak membuat kebijakan yang bisa diterima oleh komunitas internasional,” sergah Kerry.

Source : JURNAL3.COM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...