Sabtu, 05 April 2014

Breaking News...! Ukraina News Updated : Krisis Ukraina Berlanjut..! Rusia dan AS siap-siap Perang Ekonomi dan Militer..!

Krisis Ukraina memicu  militer Rusia dan Amerika Serikat  berhadap-hadapan dalam posisi siap tempur./*CNN
Krisis Ukraina memicu militer Rusia dan Amerika Serikat berhadap-hadapan dalam posisi siap tempur./*CNN
Pemerintah Rusia langsung menyiagakan kekuatan militer penuh menyusul langkah Amerika Serikat (AS) dan NATO yang terus memperbanyak pasukan di Eropa Timur.

Russia Today dalam laporannya, Jumat (04/04/2014) menyebut, ketegangan makin memanas karena kapal perang lain AS dikirim menuju Laut Hitam dan makin memicu meningkatnya ketegangan.

Pentagon berdalih kapal perang baru itu untuk menggantikan kapal perusak pemandu rudal, USS Truxtun dalam partisipasi militer dengan Angkatan Laut Bulgaria dan Rumania.

Sementara itu, USS Donald Coogoogk and USS Ramage kini ditempatkan di Mediterania timur. Dua kapal perusak Amerika itu berpartisipasi dalam latihan militer dengan Angkatan Laut Yunani dan Israel.



Kapten Gregory Hicks dari Komando Eropa AS mengatakan bahwa pihaknya berencana memenuhi seruan pejabat AS dan NATO untuk mempertahankan kehadiran pasukan maritim di Mediterania timur dan Laut Hitam.

Pemerintah Rusia sendiri menyikapi hadirnya pasukan militer Barat dengan mengaktifkan semua kekuatan militer yang mereka punya.

Manuver NATO-Georgia-Ukraina, Pesan Perang Buat Rusia


Tentara Rusia (RT)
Tentara Rusia (RT)
Secara provokatif, NATO berusaha mengerahkan pasukannya di perbatasan Rusia, seraya bergerak merekrut Georgia dan rezim Ukraina pro-Barat yang bukan pilihan rakyat, ke dalam aliansi militer. "Langkah ini jelas-jelas menyulut ancaman perang antara NATO versus Rusia," ungkap analis perang, Alex Lantier.

NATO dan para pejabat Georgia kemarin bertemu di Brussels guna merancang pembicaraan tentang Rencana Aksi Keanggotaan (MAP) untuk menjadikan Georgia sebagai anggota NATO pada awal September 2014 mendatang. "Sebagai negara yang bercita-cita untuk bergabung dengan aliansi kami, Georgia adalah mitra khusus bagi NATO," kata Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen.

Ia juga berterima kasih pada Georgia karena telah menjadi "kontributor terbesar pasukan non-NATO untuk misi kami di Afghanistan," lajutnya. Dalam perang pendudukan yang berdarah-darah itu, Georgia mengerahkan 1560 personelnya untuk membantu NATO.

Wakil khusus Rasmussen, James Appathurai, menambahkan, "Georgia akan menjadi anggota NATO; kebijakan ini tidak berubah, dan tidak ada yang mau mengubahnya."

"Pada pertemuan para menteri luar negeri bulan Juni nanti," lanjutnya, "kita akan memeriksa kemajuan yang dibuat empat negara kandidat di jalur yang mendekati NATO itu," katanya, mengacu pada Georgia, Macedonia, Montenegro, dan Bosnia-Herzegovina. "Kami akan menyampaikan laporan yang terkait dengan masalah ini, dan keputusan yang diajukan akan diadopsi pada pertemuan puncak."

Ini adalah bagian dari eskalasi militer agresif NATO, yang berencama mengerahkan pasukan dan [menggelar] latihan militer di sepanjang perbatasan sebelah barat Rusia--di Ukraina, Polandia, Latvia, Estonia, dan Lithuania. Langkah yang secara langsung bersekutu dengan Georgia, negara di Kaukasus yang berbatasan dengan Rusia dan dikalahkan pasukan Rusia pada 2008, itu menggarisbawahi bahaya perang Rusia versus NATO yang timbul dari eskalasi ini.

Pertemuan NATO dengan Georgia diikuti dengan komentar Menteri Luar Negeri AS John Kerry pada Senin (31/3), yang mengisyaratkan kepentingan AS untuk memasukkan Ukraina dan Georgia dalam tubuh NATO. Ia mengatakan, "Amerika Serikat menggabungkan para sekutu kami guna menegaskan kembali bahwa pintu NATO tetap terbuka bagi negara-negara Eropa dalam posisi untuk melaksanakan komitmen dan kewajiban keanggotaan, dan dapat menyumbang terhadap keamanan di kawasan Euro-Atlantik."

Ia tidak secara eksplisit menyebutkan Georgia atau Ukraina, karena beberapa negara-negara NATO, seperti Jerman dan Perancis, dilaporkan masih menentang pengakuan Georgia secara tergesa-gesa--posisi yang mereka ambil saat perang Georgia tahun 2008 yang dipicu serangan Presiden Georgia Mikhail Saakashvili yang didukung AS terhadap pasukan penjaga perdamaian Rusia di Abkhazia dan Ossetia Selatan. Namun, baik Berlin maupun Paris sama-sama mendukung pengangkatan pemerintah pro-Barat yang tidak terpilih di Ukraina menyusul kudeta fasis yang dipimpin Kiev pada bulan Februari 2014.

Kementerian Luar Negeri Rusia membalas pernyataan Kerry dengan memperingatkan Ukraina secara tegas agar tidak bergabung dengan NATO. Dikatakan bahwa diskusi sebelumnya seputar keanggotaan dalam NATO "menyebabkan pembekuan komunikasi politik Rusia-Ukraina, memusingkan hubungan NATO dan Rusia, dan yang paling berbahaya, makin mendalamnya perpecahan rakyat Ukraina, di mana mayoritasnya tidak mendukung gagasan Ukraina bergabung dalam NATO."

Pernyataan itu menambahkan bahwa masa depan kerjasama Ukraina dan Rusia, termasuk yang terkait dengan isu-isu ekonomi, "... akan sangat tergantung pada tindakan yang ditempuh Ukraina dalam kebijakan luar negerinya."

Dengan bergerak maju menuju aliansi militer formal dengan Georgia, NATO secara efektif menolak peringatan Rusia itu. Mereka meningkatkan tekanan pada Rusia dengan mengisyaratkan bahwa setiap tong mesiu etnis di perbatasan Rusia dapat diubah menjadi dalih untuk perang. Bila Georgia bergabung dengan NATO, Washington dan mayoritas kekuatan Uni Eropa akan diperintahkan berdasarkan Pasal 5 perjanjian NATO, untuk memerangi Rusia jika pertempuran kembali terjadi antara Rusia dan Georgia.

Langkah NATO yang secara langsung meningkatkan bahaya perang dunia, di mana provokasi Ukraina atau Georgia akan memicu ketegangan antara Rusia dan aliansi imperialis.

Perang Georgia pada 2008, seperti diceritakan diplomat AS Ronald Asmus dalam A Little War That Shook the World, memberi contoh nyata tentang bagaimana rezim pro-Barat dapat melancarkan serangan militer terhadap Rusia untuk menangani ketegangan internalnya. Ia menceritakan respon rezim Saakashvili terhadap deklarasi Rusia atas kemerdekaan Abkhazia dan Ossetia Selatan--yang sebenarnya merupakan respon terhadap deklarasi kekuatan Barat atas kemerdekaan Kosovo dari Serbia.

Saakashvili, tulis Asmus, bertindak "dengan keyakinan bahwa dirinya tidak mampu bertahan hidup secara politik jika hanya berdiri dan tidak melakukan apapun. Namun bukan berarti itu merupakan pilihan yang bijaksana .Presiden Saakashvili telah memulai perang yang para sekutunya telah memperingatkannya untuk tidak memulai, perang yang tidak akan mereka dukung, dan perang yang tidak mampu dimenangkannya."

Langkah memasukkan rezim Kiev dan Georgia ke dalam NATO dirancang untuk mengubah situasi dengan menghadirkan Rusia dalam situasi di mana kekuatan NATO secara diplomatis dipaksa untuk berpihak pada proksi sayap kanannya.

Mereka menciptakan situasi di mana rezim "bunuh diri politik" yang putus asa di Kiev kemugkinan akan meluncurkan provokasi militer terhadap Rusia dalam upaya melepaskan diri dari krisis internal, namun memicu eskalasi militer yang mengarah pada perang global.

Balas Sanksi Barat, Rusia Siap Dukung Iran

Rusia-Iran (http://www.infomondo.ro)
Rusia-Iran (http://www.infomondo.ro)
Saat enam kekuatan dunia dan Iran bersiap untuk menggelar putaran ketiga pembicaraan nuklir di Wina pekan depan (Selasa-Rabu, 8-9 April 2014), Moskow terlihat seperti membuat kemajuan dengan menancam akan mendukung Iran, sebagai balasan atas sanksi Barat yang memanipulasi bergabungnya Crimea secara konstitusional ke Federasi Rusia.

Dalam pertemuan tertutup di Teheran, Rabu (3/4), Ali Akbar Salehi, kepala Komisi Energi Nuklir Iran mengatakan, "Kami memiliki 19 ribu sentrifugal yang 9000 [di antaranya] telah beroperasi. Saran kami, jangan bicarakan jumlah sentrifugal, tapi lebih baik membahas soal isolasi unit listrik." Ia juga menjelaskan soal adanya pelbagai jenis sentrifugal.

Salehi tidak memiliki keraguan untuk menghadapi enam menteri luar negeri asing di Wina pada putaran berikutnya yang akan menegosiasi perjanjian komprehensif bagi program nuklir damai Iran. Forum itu akan memberikan Moskow kesempatan pertama untuk berhadap-hadapan dengan Barat terkait sanksi yang akan dijatuhkan pada Iran (kemungkinan juga Suriah) serta melarang NATO campur tangan soal kebijakan Rusia terhadap Ukraina.

Arsitek kebijakan Rusia terhadap kedua isu itu, Wakil Menteri Luar Negeri Sergey Ryabkov, memberi peringatan pekan lalu, ketika mengatakan, "Rusia tidak ingin menggunakan pembicaraan [nuklir] mereka sebagaimana elemen permainan yang menaikkan pertaruhan antara Moskow dan Barat," katanya. "Tapi jika merasa dipaksa, Rusia juga akan mengambil tindakan balasan di sini."

Pada hari otoritas nuklir Iran berbicara tentang kapasitas centrifugalnya, sumber di Moskow dan Teheran melaporkan bahwa kedua pemerintah, yang sama-sama menjadi sasaran sanksi Barat yang arogan, kian dekat dengan transaksi barter raksasa: untuk 500 ribu barel minyak Iran per hari, Rusia akan memasok barang dengan nilai yang setara, termasuk bahan makanan.

Transaksi ini sekaligus menunjukkan bahwa sanksi sepihak Barat terhadap Iran dan Rusia justru makin menguatkan posisi dan kerjasama ekonomi kedua negara yang sama-sama berhadapan dengan Barat.

Ribuan Tentara Ukraina Membelot ke Rusia

Sergei Shoigu, Menhan Rusia.jpg
Sergei Shoigu, Menhan Rusia.jpg

Sekitar 8.000 tentara Ukraina yang bertugas di Crimea meninggalkan pangkalan militer dan bergabung dengan angkatan bersenjata Rusia, demikian Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengumumkan.

Shoigu menyebutkan angka tersebut pada hari Jumat (4/4/14) dan mengatakan tentara Ukraina itu mengajukan permohonan izin untuk bergabung dengan tentara Rusia, dan sekitar 3.000 tentara Ukraina telah bergabung dengan pasukan Rusia, demikian mengutip laporan al-Alam Sabtu, 05/04/14.

Menteri pertahanan Rusia juga mengatakan, pasukan Ukraina lainnya telah meninggalkan semenanjung Laut Hitam dan peralatan militer Ukraina diserahkan kepada pemerintah Kiev.

Selain itu, Shoigu membantah bahwa Rusia melanggar perjanjian yang ditandatangani dengan Kiev untuk meningkatkan kehadiran militernya di semenanjung itu.

"Dalam beberapa bulan terakhir, ancaman warga sipil di Crimea serta bahaya pengambil alihan fasilitas militer Rusia dilakukan oleh para ekstremis. Namun, berkat kualitas moral yang tinggi, pelatihan yang baik dan menahan diri, pasukan Rusia berhasil menghindari pertumpahan darah," kata Shoigu.

Rusia naikkan harga gas 80 persen, Uni Eropa menjerit !



Pasca dijatuhi sanksi oleh  AS dan Uni Eropa, pemerintah Rusia akhirnya menaikkan harga gas kepada Eropa sebagai tindakan balasan./*ist
Pasca dijatuhi sanksi oleh AS dan Uni Eropa, pemerintah Rusia akhirnya menaikkan harga gas kepada Eropa sebagai tindakan balasan./*ist
Janji Rusia untuk membuat negara-negara Barat menyesal karena mengikuti langkah Amerika Serikat (AS), akhirnya dibuktikan.

Terhitung sejak Sabtu (05/04/2014) hari ini, pemerintah Rusia menaikkan tarif kenaikan harga pasokan gas ke Eropa dan Ukraina sebesar 80 persen.

Aksi ini diduga sebagai jawabam atas sanksi yang diberikan AS dan Eropa kepada Rusia atas krisis di Ukraina.

Dilansir Ria Novosti, Sabtu (05/04/2014), Kementerian Energi Rusia, dalam pernyataan resminya menyatakan, jika ada negara di Eropa yang tidak sanggup, maka Moskow akan menghentikan pasokan gas pada negara itu.

Kabar dinaikkanya harga gas oleh Rusia itu langsung memantik kericuhan di kalangan pemimpin Eropa. Namun sejauh ini, belum ada pemimpin Eropa yang mengomentari kebijakan Rusia itu.

Pemerintah AS langsung bereaksi keras dengan langkah terbaru Rusia ini. Wakil Presiden AS Joe Biden berjanji akan bekerja dengan Ukraina dan sekutu lainnya untuk mencegah negara-negara seperti Rusia menggunakan energi sebagai senjata.

“Kita akan bekerjasama dan tidak akan membiarkan Rusia menggunakan energi sebagai senjata. Kita akan bersama-sama memenuhi kebutuhan paling mendesak itu,” tegas Biden.


Presiden Putin janjikan “kiamat ekonomi” untuk Amerika

Penolakan Rusia atas mata uang dollar AS diyakini akan membuat ekonomi AS dalam masalah besar./*ist
Penolakan Rusia atas mata uang dollar AS diyakini akan membuat ekonomi AS dalam masalah besar./*ist
Rusia dan Amerika Serikat (AS) kini sudah resmi berperang. Meski kontak senjata belum diletuskan, namun perang ekonomi sudah dimulai.

AS memulainya dengan penjatuhan sanksi ekonomi bagi perusahaan dan perbankan Rusia dan kini sanksi itu dibalas Rusia dengan menaikkan harga pasokan gas dan penolakkan penggunaan mata uang dollar AS dalam berbagai transaksi.

Presiden Rusia, Vladimir Putin dilansir Russia Today, Sabtu (05/04/2014) menyatakan, Rusia memiliki kemampuan memukul balik sanksi yang dijatuhkan AS.

“Mereka sepertinya lupa bahwa kami adalah sebuah kekuatan energi besar yang mampu menolak dollar AS untuk melunasi hutang kami dan untuk cadangan energinya. Jika kalian tetap dengan sikap bermusuhan kalian, Rusia akan membuat ekonomi kalian kiamat,” tegas Putin.

Kebijakan terbaru Rusia itu menyusul makin meningkatnya ketegangan eskalasi di krisis Ukraina pasca Crimea bergabung ke Rusia.

Eric Draitser, seorang analis Wall Street, dilansir Financial, menyebut bahwa kini Rusia memasok lebih dari 1/3 gas untuk Eropa.

“Jika Amerika dan Eropa berupaya melakukan eskalasi situasi terus-menerus dan Rusia juga melakukan aksinya maka akan terjadi depresiasi euro dan dollar yang pada gilirannya akan memicu kerusuhan dalam pasar global,” ujarnya.

Menurut Draitser, Rusia sangat mudah membuat Eropa kesulitan dalam mengakses kebutuhan gas.

“Saya pikir semua orang sangat ingin menghindari perang, saling tembak, terutama dengan senjata nuklir dimana Rusia jelas-jelas memilikinya. AS memilih menekan Rusia lewat perang ekonomi, tapi Rusia punya senjata utama, yakni kekuatan pasokan gas,” pungkas Draitser.


Siap tempur, Putin perintahkan militer Rusia siaga I

Rudal-rudal nuklir jarak jauh Rusia meninggalkan Moskow menuju lokasi yang dirahasiakan./*rt
Rudal-rudal nuklir jarak jauh Rusia meninggalkan Moskow menuju lokasi yang dirahasiakan./*rt
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov meminta NATO menjelaskan rencana barunya meningkatkan kehadiran pasukan militer di Eropa Timur.

Dilansir AFP, Jumat (04/04/2014), Lavrov mengatakan negaranya sedang menunggu penjelasan NATO tentang rencana aliansi militer itu mengintensifkan kegiatan di negara-negara Eropa Timur.

“Kami telah bertanya pada NATO. Kami mengharapkan bukan sekedar jawaban tapi jawaban sepenuhnya yang menghormati aturan yang kita telah koordinasikan,” tegas Lavrov.

Sementara itu, di Kremlin, Moskow, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintah Menteri Pertahanan agar militer dalam kondisi siaga I atau siap tempur.

Bahkan, pangkalan AL Rusia di Laut Hitam sudah menerima order Moskow tentang status siaga I yang diperintkan Presiden Putin.


Putin permalukan Obama, telepon 3 kali ditolak terus

Untuk kali pertama, telepon seorang Presiden AS ditolak.Kejadian ini menimpa Obama yang menghubungi Putin sebanyak 3 kali tapi Putin tidak berkenan menerima telepon.*ist
Untuk kali pertama, telepon seorang Presiden AS ditolak.Kejadian ini menimpa Obama yang menghubungi Putin sebanyak 3 kali tapi Putin tidak berkenan menerima telepon.*ist
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama kena batunya. Karena tak percaya Rusia keluar dari kerjasama NATO, Obama menelepon Presiden Vladimir Putin.

Namun, Putin ogah menerima telepon Obama, meski penguasa Gedung Putih itu berusaha menghubunginya sebanyak 3 kali.

Dilaporkan New York Daily, Jumat (04/04/2014), kejadian itu diungkapkan staf kepresiden di Grand Kremlin, yang menyebut telepon Obama hanya dijawab oleh staf Putin.

Dalam telepon yang ketiga, staf Putin menjelaskan kalau Presiden Rusia itu menolak berbicara dengan Obama. Namun tidak dijelaskan apa maksud Putin untuk kali pertama itu menolak berhubungan telepon dengan Obama.

“Presiden Putin sangat tidak berkenan menerima telepon Presiden Obama. Ini adalah kejadian pertama dan tentu saja Obama malu akan hal ini,” ujar Joseph Vledovich, salah satu staf kepresidinen di Kremlin.

Pihak Gedung Putih sendiri menolak memberikan pernyataan tentang aksi penolakan Putin menerima telepon Obama.

Akhirnya, Rusia pilih check out dari kerjasama NATO

Rusia akhirnya menarik diri dari kerjasama dengan NATO./*ist
Rusia akhirnya menarik diri dari kerjasama dengan NATO./*ist
Pemerintah Rusia resmi keluar dan menarik Valery Yevnevich, kepala perwakilan militernya di NATO menyusul sikap AS dan Barat yang terus menebarkan permusuhan kepada pemerintah di Moskow.

“Kami tidak melihat kesempatan untuk melanjutkan kerjasama militer dengan NATO, mereka terus menebarkan kebencian,” ujar Wakil Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Antonov, Jumat (04/04/2014), dilansir Ria Novosti.

Penarikan Valery Yevnevich mengikuti menyusul keputusan NATO pekan ini yang menangguhkan kerjasama dengan Rusia setelah wilayah Crimea menyatakan kemerdekaannya dari Ukraina.

Langkah keluar Rusia itu mengagetkan Pemerintah Amerika Serikat. Dengan keluarnya NATO, maka Rusia sudah tidak lagi menilai NATO sebagai aliansi mitra, melainkan sebagai musuh.


Berbagai Sumber : 
Jurnal3.com, islamtimes.org, Rusia Today.com, Ria Novosti, fnc, Agence France-Presse, New York Daily, al-Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...