Rusia
kini berubah menjadi bangsa yang berbahaya. Presiden Lituania Dalia
Grybauskaite, Kamis (6/3/2014), di Brussels, Belgia, memperingatkan,
setelah menginvasi Ukraina, mereka akan menyerbu Moldova dan selanjutnya
negara lain. Rusia memberikan indikasi akan terus berupaya menggeser
dan memperluas perbatasannya. Peringatan Grybauskaite itu disampaikan di
sela-sela pertemuan darurat Uni Eropa untuk membahas sanksi bagi Rusia
yang sejak sepekan terakhir terang-terangan menginvasi negara berdaulat
Ukraina. Meski terus disangkal oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan
Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, kenyataan keberadaan 16.000 tentara
Rusia di Semenanjung Crimea tak bisa disangkal. Crimea sejak sepekan
terakhir praktis dikuasai militer Rusia. Mereka mengendalikan semua
pusat pemerintahan dan gedung parlemen serta mengepung basis-basis
militer dan menjadikan tentara Ukraina terpenjara di negerinya sendiri.
Kecaman dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa dianggap sepi oleh penguasa
Kremlin yang beralasan mereka melindungi kepentingan dan etnis Rusia di
negara berdaulat Ukraina.
Di Brussels, para pemimpin negara-negara blok
ekonomi Eropa yang beranggotakan 28 negara, kemarin, berdiskusi dengan
ketat tentang sanksi yang hendak dijatuhkan kepada Moskwa. Sanksi bisa
dihindari jika Rusia menarik pasukannya dari Crimea atau menunjukkan
kesungguhan dialog untuk meredakan tensi di negara yang dahulu menjadi
bagian dari Uni Soviet itu.
Menurut
penulis, tidak mungkin negara-negara yang berkumpul di Brussels, Belgia
bahkan termasuk Amerika Serikat berani untuk mengeluarkan sanksi buat
Rusia atas keterlibatannya dalam konflik di Ukraina, karena AS secara
tidak langsung sudah memprediksikan Rusia sebagai negara kuat yang perlu
diperhitungkan.
Dalam laporan Dewan Intelijen Nasional AS (NIC) berjudul Global Trends 2025 : A Transformed World,
memprediksikan AS akan mendapati Cina, Rusia dan India sebagai kekuatan
baru yang mematahkan dominasi unipolarnya dan menjadi kekuatan
multipolar yang berpengaruh, artinya dominasi kekuatan ekonomi, politik,
dan militer AS akan merosot tajam pada 2025. Sejumlah negara di Asia
Selatan dan Afrika berpotensi ambruk, jika mereka tidak berhasil
menangani konflik. Dunia dalam waktu dekat akan menjadi subyek bagi
meningkatnya konflik terkait sumber-sumber makanan dan air dan akan
dibayang-bayangi oleh rogue state dan kelompok teroris yang mempunyai akses lebih besar terhadap senjata nuklir.
Apa
yang terjadi di Ukraina pada hakikatnya adalah konflik perebutan
pengaruh antara blok yang pro-Eropa Barat dengan blok pendukung Rusia.
Pasca masa Uni Soviet, Ukraina adalah saudara kembar dari Rusia. Rusia
tidak akan pernah membiarkan Ukraina jatuh ke dalam pengaruh Eropa
Barat/NATO. Apa yang dilakukan ole Rusia dengan secara
tersamar/terkamuflasekan mengirim militernya ke Crimea/Ukraina adalah
merupakan sisa-sisa doktrin Breshnev pada masa Uni Soviet yang
menyatakan, tentara Uni Soviet baik dengan diminta atau tanpa diminta
oleh negara-negara Eropa Timur, akan masuk kenegara Eropa Timur apabila
terjadi situasi dalam negeri yang kritis di negara Eropa Timur yang
bersangkutan. Doktrin Breshnev digunakan secara besar-besaran pada saat
terjadi krisis di Cekoslovakia intinya Eropa Timur selalu dikonsepsikan
sebagai daerah pengaruh Rusia. Doktrin ini juga nampaknya masih
digunakan untuk menghadapi negara negara bekas pecahan Uni Soviet di
Asia Tengah, khususnya Khazakstan dimana peluru-peluru Balistik Antar
benua diletakkan.
Rusia
bukan hanya merupakan kekuatan kawasan, tetapi kekuatan yang
berpotensi menjadi kekuatan yang mempunyai pengaruh internasional
tertentu dan merupakan salah satu pasar alutsista bagi Indonesia.
Dengan tidak adanya masalah ancaman ideologi komunis, Rusia sebagai
negara maju tentu merupakan potensi alternatif bagi berbagai
kepentingan. Menghadapi situasi di Ukraina RI tentu harus mempunyai
sikap yang luwes terhadap perkembangan di negara ini.
Sejarah
Crimea cukup menunjukkan besarnya pengaruh Rusia di kawasan ini, posisi Crimea sangat strategis dalam konteks pengawasan atas laut Hitam.
Sikap Rusia terhadap perkembangan di Ukraina telah membuat Rusia sangat
risau, oleh karenanya Rusia nampaknya sudah bersikap tegas, resiko
konflik militerpun akan dihadapi demi tetap kuatnya pengaruh Rusia di
Ukraina. Ditenggelamkannya kapal-bekas milik Rusia di perairan masuk
laut Hitam adalah juga konsepsi strategis yang klasik dari Rusia untuk
menghalangi masuknya kapal-kapal perang Barat ke laut Hitam.
Suriah Dukung Rusia
Presiden Suriah Bashar al-Assad, Jumat (7/3/2014), mengatakan pengambilalihan Semenanjung Crimea oleh militer Rusia merupakan "kebijakan yang benar" Presiden Rusia Vladimir Putin. Assad menambahkan, masuknya militer Rusia ke Semenanjung Crimea adalah upaya Putin untuk memulihkan keamanan dan stabilitas di Ukraina setelah sebuah kudeta.
Presiden Suriah Bashar al-Assad, Jumat (7/3/2014), mengatakan pengambilalihan Semenanjung Crimea oleh militer Rusia merupakan "kebijakan yang benar" Presiden Rusia Vladimir Putin. Assad menambahkan, masuknya militer Rusia ke Semenanjung Crimea adalah upaya Putin untuk memulihkan keamanan dan stabilitas di Ukraina setelah sebuah kudeta.
Dalam
suratnya kepada Presiden Putin, Assad mengatakan keterlibatan militer
Rusia di Ukraina timur berhasil menghentikan upaya kelompok teroris
mengambil alih kekuasaan di Kiev. Ini adalah pernyataan pertama Assad
terkait krisis politik di Ukraina dan Crimea. Pernyataan ini dirilis
lewat kantor berita Suriah, SANA. Rusia adalah salah satu sekutu utama
Suriah sepanjang konflik bersenjata di negeri itu yang telah menewaskan
lebih dari 140.000 orang.
Sejak
presiden Viktor Yanukovych yang pro-Moskwa terguling, ribuan personel
militer bersenjata lengkap membanjiri Semenanjung Crimea, wilayah
Ukraina yang sebagian besar penduduknya berbahasa Rusia.
Pasukan
yang mengenakan seragam tanpa identitas itu menduduki sejumlah bangunan
penting dan mengepung sejumlah basis militer Ukraina di wilayah itu.
Meski anggota pasukan itu berbicara bahasa Rusia dan membawa peralatan
standar militer Rusia, namun Moskwa membantah telah mengirim militernya
ke Crimea.
Menurut
penulis, Rusia merupakan kekuatan politik dan militer yang besar yang
mendukung rejim Presiden Suriah Bashar al As’ad dalam internal konflik
di Suriah. Dengan bantuan Rusia, Presidern Bashar al As’ad dengan tegar
berani menghadapi golongan oposisi di Suriah yang didukung Amerika
Serikat.
Nampaknya
dalam krisis yang terjadi di Ukraina dimana terjadi pertentangan
antara golongan yang pro Barat dan golongan yang pro Rusia, khususnya di
Crimea, Presiden Asaad dari Suriah membalas memberikan dukungannnya
kepada Rusia.
Sikap
Presiden Asaad dari Suriah yang mendukung Rusia, lebih didasarkan pada
kepentingan politik Presiden As’ad terhadap dukungan Rusia kepada
rejimnya, bukan dalam koteks perebutan pengaruh di Ukraina antara blok
Barat dengan Rusia.
Apa
yang dilakukan Rusia terhadap konflik internal di Ukraina, serta
dukungan Suriah terhadap Rusia dalam kasus Ukraina semuanya mengarah
kepada kepentingan nasional Rusia dan Suriah ke depan, terkait dengan
konteks geostrategi mereka. Hal ini juga menunjukkan baik Rusia dan
Suriah cerdas membaca arah perkembangan geopolitik global. Seperti
dikatakan Nicholas Spykman mengatakan, geopolitics is the planning of state security in terms of geographic factors.
Bahkan, dalam teori Bertil Haggman : geostrategi dikenal sebagai konsep
yang sangat dekat dengan geopolitik. Geostraegi adalah penerapan dari
geopolitik untuk perencanaan militer tingkat tinggi bertujuan dengan
cara terbaik bagaimana mempergunakan pertahanan nasional dan
sumber-sumber untuk penyelenggara perang.
Semua
konflik di dunia ini selalu terkait dengan kepentingan masing-masing
negara untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya ke depan.
Penulis : M. Mubdi Kautsar Penulis adalah peneliti Fordial Jakarta dan Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi (LAPD), Jakarta.
Source : theglobal-review.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...