The American dream is over (endthelie) |
Kekaisaran Anglo-Saxon didasarkan pada abad propaganda. Dengannya,
kita berhasil diyakinkan bahwa Amerika Serikat merupakan "tanah [orang]
bebas" dengan terlibat dalam perang untuk membela cita-citanya.
Demikian ungkap jurnalis senior, Thierry Meyssan. Tapi krisis saat ini di Ukraina telah mengubah aturan main. Sekarang, Washington dan sekutunya bukanlah satu-satunya pembicara. "Kebohongan mereka secara terbuka ditantang pemerintah dan media negara besar lain, Rusia. Di era satelit dan internet, propaganda Anglo-Saxon tidak lagi bekerja," imbuhnya.
Barack Obama, lanjutnya, berbicara dengan baik. "Bahkan, Obama tidak menulis teks sendiri, melainkan menghabiskan hari-harinya dengan membaca pidato tertulis di prompters (layar yang menampilkan tulisan, biasanya digunakan untuk pembaca berita) untuknya," ujar pendiri Voltaire Network ini. Sementara itu, yang lain memerintah di tempatnya.
Para penguasa selalu berusaha meyakinkan rakyatnya ihwal kebenaran tindakannya, karena orang banyak tidak pernah mengikuti orang yang mereka kenal sebagai buruk. "Abad ke-20 telah melihat cara-cara baru untuk menyebarkan ide-ide yang tidak dibebani kebenaran," kata Meyssan.
Orang-orang Barat menjejaki propaganda modern hingga ke menteri Nazi, Joseph Goebbels. "Inilah cara untuk melupakan bahwa seni mendistorsi persepsi tentang pelbagai hal telah dikembangkan sebelumnya oleh orang-orang Anglo-Saxon," lanjutnya.
Pada 1916, Inggris menciptakan Wellington House di London, diikuti Crewe House; bersamaan dengan itu, AS membentuk Komite Informasi Publik (CPI). "Mengingat Perang Dunia I terjadi di antara massa dan tidak ada lagi di antara tentara, organisasi-organisasi ini berusaha meracuni orang-orangnya sendiri serta para sekutunya dan musuh-musuhnya, dengan propaganda," papar Meyssan.
Menurutnya, propaganda modern dimulai dengan publikasi di Laporan Bryce London tentang kejahatan perang Jerman, yang diterjemahkan dalam 30 bahasa. "Menurut dokumen itu, tentara Jerman telah memperkosa ribuan wanita di Belgia," kata Meyssan.
Angkatan Darat Inggris dengan demikian melawan barbarisme. "Pada akhir Perang Dunia I, ditemukan bahwa seluruh laporan itu hanya tipuan, yang dibuat dari kesaksian palsu dengan bantuan wartawan," ungkap Meyssan. Sementara itu, di Amerika Serikat, George Creel menciptakan mitos bahwa Perang Dunia II adalah perang salib yang dilancarkan kaum demokratis cinta damai untuk melindungi hak-hak kemanusiaan.
Para sejarahwan telah menunjukkan bahwa Perang Dunia I [...] adalah persaingan antara negara-negara besar untuk memperluas kekaisaran kolonial mereka. Biro Inggris dan AS merupakan organisasi rahasia yang bekerja atas nama negaranya. Tidak seperti propaganda Leninis, yang bercita-cita untuk "mengungkapkan kebenaran" kepada massa yang bodoh, Anglo-Saxon justru berusaha menipu dalam upaya memanipulasi mereka. "Untuk tujuan ini, lembaga negara Anglo-Saxon harus bersembunyi dan merebut identitas palsu," ujar Meyssan.
Setelah runtuhnya Uni Soviet, AS mengabaikan propaganda dan lebih menyukai humas. "Itu bukan lagi soal berbohong, namun memegang tangan wartawan yang mungkin hanya melihat apa yang mereka ditampilkan," lanjutnya.
Selama perang Kosovo, NATO mengimbau Alastair Campbell, penasihat Perdana Menteri Inggris, untuk memberitahu pers kisah sehari-hari yang menggembirakan. Sementara wartawan mereproduksi cerita ini, NATO dapat mengebom "dengan damai". "Penceritaan itu kurang dirancang untuk berbohong, tapi untuk mengalihkan perhatian," tegas Meyssan.
Namun, penceritaan itu kembali lagi dengan sepenuh hati dalam serangan 11 September: itu terdiri dari fokus perhatian publik pada serangan terhadap New York dan Washington sehingga orang tidak akan merasakan kudeta militer yang terjadi hari itu: pengalihan kekuasaan eksekutif dari Presiden Bush pada sebuah unit militer rahasia dan majelis menyandera semua anggota parlemen. "Upaya meracuni itu utamanya merupakan karya Benjamin Rhodes yang sekarang menjadi penasihat Barack Obama," terang Meyssan.
Pada tahun-tahun berikutnya, Gedung Putih memasang sistem propaganda dengan sekutu kuncinya (Inggris, Kanada, Australia, dan tentu saja "Israel"). Setiap hari, tutur Meyssan, empat pemerintahan ini menerima instruksi atau pidato pra-tertulis dari Kantor media global untuk membenarkan perang di Irak atau menjelek-jelekkan Iran. [lihat: "Un rĂ©seau militaire d’intoxication" , Voltaire Network, 8 December 2003]
Untuk mempercepat penyebaran kebohongan sejak 1989, Washington mengandalkan CNN. "Seiring berjalannya waktu, AS menciptakan suatu kartel saluran informasi satelit (al-Arabiya, al-Jazeera, BBC, CNN, Prancis 24, Sky)," papar Meyssan.
Pada 2011, selama pengeboman Tripoli, NATO secara mengejutkan meyakinkan warga Libya bahwa mereka telah kalah perang sehingga tak ada gunanya untuk terus melawan. "Namun pada 2012, NATO gagal meniru model ini dan dalam meyakinkan warga Suriah bahwa pemerintah mereka pasti akan jatuh," ujar Meyssan.
Taktik ini gagal karena warga Suriah menyadari operasi yang dilakukan televisi internasional di Libya dan mampu untuk mempersiapkan diri. "Kegagalan ini menandai berakhirnya hegemoni kartel 'informasi'," tegasnya.
Krisis saat ini antara Washington dan Moskow seputar Ukraina, lanjut Meyssan, telah memaksa pemerintahan Obama untuk meninjau kembali sistemnya. Memang, Washington kini tak lagi menjadi satu-satunya pembicara, karena harus berhadapan dengan pemerintah Rusia dan media dapat diakses di mana saja di dunia melalui satelit dan internet.
"Menteri Luar Negeri John Kerry telah menunjuk deputi baru untuk propaganda, seorang mantan editor majalah Time, Richard Stengel," imbuhnya. Sebelum disumpah pada 15 April, ia sudah menduduki kantornya dan, pada 5 Maret, mengirim "fact sheet" ke media Atlantis utama tentang "10 kontra-kebenaran" terhadap apa yang diucapkan Putin tentang Ukraina. "Ia kembali menyerang pada 13 April dengan lembar kedua '10 kontra-kebenaran lainnya'.".
Apa yang mengejutkan saat membaca prosa ini adalah kebodohannya. "Itu bertujuan untuk memvalidasi sejarah resmi revolusi di Kiev dan mendiskreditkan wacana Rusia tentang kehadiran Nazi dalam pemerintahan baru," papar Meyssan.
"Namun, kita tahu hari ini bahwa sebenarnya "revolusi" itu hanyalah kudeta yang dipentaskan NATO serta dilaksanakan Polandia dan Israel dengan mencampur resep 'revolusi berwarna' dan 'musim semi Arab'," ungkap Meyssan. Para wartawan yang menerima arsip-arsip itu dan menayangkan sepenuhnya, sangat tahu soal rekaman percakapan telepon antara Asisten Menteri Luar Negeri AS, Victoria Nuland, dan Menteri Luar Negeri Estonia, Urmas Paets, tentang bagaimana Washington akan mengubah rezim dengan mengorbankan Uni Eropa, dan tentang identitas sebenarnya para penembak jitu di Maidan.
"Selain itu," kata Meyssan, "mereka juga membaca pengungkapan berikutnya dari mingguan Polandia, Nie, tentang pelatihan para perusuh Nazi di akademi polisi Polandia selama dua bulan, sebelum terjadinya peristiwa [kudeta Kiev].
Kebulatan media barat arus utama tentang peristiwa 11 September 2001 memang meyakinkan opini publik internasional. "Namun, upaya yang dilakukan banyak wartawan dan warga negara, termasuk saya, menunjukkan kemustahilan fisik dari versi resmi itu," kata Meyssan.
Tiga belas tahun kemudian, ratusan juta orang telah menyadari kebohongan itu. "Proses ini hanya akan tumbuh dengan perangkat propaganda baru yang dimanipulasi AS. Singkatnya, semua orang yang menyampaikan argumen Gedung Putih, termasuk pemerintah dan media NATO, menghancurkan kredibilitasnya sendiri," tandas Meyssan.
Barack Obama dan Benjamin Rhodes, John Kerry dan Richard Stengel, hanya bertindak dalam jangka pendek. "Propaganda mereka hanya meyakinkan massa untuk beberapa minggu dan kemudian membantu menciptakan kemuakan saat orang-orang memahami bahwa mereka sedang dimanipulasi," tegas Meyssan.
Tanpa sadar, mereka telah merusak kredibilitas lembaga negara NATO yang secara sadar menyampaikan semua itu. "Mereka lupa bahwa propaganda abad ke-20 hanya dapat berhasil jika dunia dibagi dalam blok-blok yang tidak saling berkomunikasi satu sama lain, dan prinsip monolitik ini tidak kompatibel dengan cara-cara baru komunikasi," katanya.
Kendati belum berakhir, ujar Meyssan, krisis Ukraina sudah mengubah dunia dengan sangat mendalam: dengan secara terbuka menentang Presiden AS, Vladimir Putin telah mengambil langkah yang pada tahap berikutnya akan membuat propaganda AS menghadapi sakaratul maut.
Demikian ungkap jurnalis senior, Thierry Meyssan. Tapi krisis saat ini di Ukraina telah mengubah aturan main. Sekarang, Washington dan sekutunya bukanlah satu-satunya pembicara. "Kebohongan mereka secara terbuka ditantang pemerintah dan media negara besar lain, Rusia. Di era satelit dan internet, propaganda Anglo-Saxon tidak lagi bekerja," imbuhnya.
Barack Obama, lanjutnya, berbicara dengan baik. "Bahkan, Obama tidak menulis teks sendiri, melainkan menghabiskan hari-harinya dengan membaca pidato tertulis di prompters (layar yang menampilkan tulisan, biasanya digunakan untuk pembaca berita) untuknya," ujar pendiri Voltaire Network ini. Sementara itu, yang lain memerintah di tempatnya.
Para penguasa selalu berusaha meyakinkan rakyatnya ihwal kebenaran tindakannya, karena orang banyak tidak pernah mengikuti orang yang mereka kenal sebagai buruk. "Abad ke-20 telah melihat cara-cara baru untuk menyebarkan ide-ide yang tidak dibebani kebenaran," kata Meyssan.
Orang-orang Barat menjejaki propaganda modern hingga ke menteri Nazi, Joseph Goebbels. "Inilah cara untuk melupakan bahwa seni mendistorsi persepsi tentang pelbagai hal telah dikembangkan sebelumnya oleh orang-orang Anglo-Saxon," lanjutnya.
Pada 1916, Inggris menciptakan Wellington House di London, diikuti Crewe House; bersamaan dengan itu, AS membentuk Komite Informasi Publik (CPI). "Mengingat Perang Dunia I terjadi di antara massa dan tidak ada lagi di antara tentara, organisasi-organisasi ini berusaha meracuni orang-orangnya sendiri serta para sekutunya dan musuh-musuhnya, dengan propaganda," papar Meyssan.
Menurutnya, propaganda modern dimulai dengan publikasi di Laporan Bryce London tentang kejahatan perang Jerman, yang diterjemahkan dalam 30 bahasa. "Menurut dokumen itu, tentara Jerman telah memperkosa ribuan wanita di Belgia," kata Meyssan.
Angkatan Darat Inggris dengan demikian melawan barbarisme. "Pada akhir Perang Dunia I, ditemukan bahwa seluruh laporan itu hanya tipuan, yang dibuat dari kesaksian palsu dengan bantuan wartawan," ungkap Meyssan. Sementara itu, di Amerika Serikat, George Creel menciptakan mitos bahwa Perang Dunia II adalah perang salib yang dilancarkan kaum demokratis cinta damai untuk melindungi hak-hak kemanusiaan.
Para sejarahwan telah menunjukkan bahwa Perang Dunia I [...] adalah persaingan antara negara-negara besar untuk memperluas kekaisaran kolonial mereka. Biro Inggris dan AS merupakan organisasi rahasia yang bekerja atas nama negaranya. Tidak seperti propaganda Leninis, yang bercita-cita untuk "mengungkapkan kebenaran" kepada massa yang bodoh, Anglo-Saxon justru berusaha menipu dalam upaya memanipulasi mereka. "Untuk tujuan ini, lembaga negara Anglo-Saxon harus bersembunyi dan merebut identitas palsu," ujar Meyssan.
Setelah runtuhnya Uni Soviet, AS mengabaikan propaganda dan lebih menyukai humas. "Itu bukan lagi soal berbohong, namun memegang tangan wartawan yang mungkin hanya melihat apa yang mereka ditampilkan," lanjutnya.
Selama perang Kosovo, NATO mengimbau Alastair Campbell, penasihat Perdana Menteri Inggris, untuk memberitahu pers kisah sehari-hari yang menggembirakan. Sementara wartawan mereproduksi cerita ini, NATO dapat mengebom "dengan damai". "Penceritaan itu kurang dirancang untuk berbohong, tapi untuk mengalihkan perhatian," tegas Meyssan.
Namun, penceritaan itu kembali lagi dengan sepenuh hati dalam serangan 11 September: itu terdiri dari fokus perhatian publik pada serangan terhadap New York dan Washington sehingga orang tidak akan merasakan kudeta militer yang terjadi hari itu: pengalihan kekuasaan eksekutif dari Presiden Bush pada sebuah unit militer rahasia dan majelis menyandera semua anggota parlemen. "Upaya meracuni itu utamanya merupakan karya Benjamin Rhodes yang sekarang menjadi penasihat Barack Obama," terang Meyssan.
Pada tahun-tahun berikutnya, Gedung Putih memasang sistem propaganda dengan sekutu kuncinya (Inggris, Kanada, Australia, dan tentu saja "Israel"). Setiap hari, tutur Meyssan, empat pemerintahan ini menerima instruksi atau pidato pra-tertulis dari Kantor media global untuk membenarkan perang di Irak atau menjelek-jelekkan Iran. [lihat: "Un rĂ©seau militaire d’intoxication" , Voltaire Network, 8 December 2003]
Untuk mempercepat penyebaran kebohongan sejak 1989, Washington mengandalkan CNN. "Seiring berjalannya waktu, AS menciptakan suatu kartel saluran informasi satelit (al-Arabiya, al-Jazeera, BBC, CNN, Prancis 24, Sky)," papar Meyssan.
Pada 2011, selama pengeboman Tripoli, NATO secara mengejutkan meyakinkan warga Libya bahwa mereka telah kalah perang sehingga tak ada gunanya untuk terus melawan. "Namun pada 2012, NATO gagal meniru model ini dan dalam meyakinkan warga Suriah bahwa pemerintah mereka pasti akan jatuh," ujar Meyssan.
Taktik ini gagal karena warga Suriah menyadari operasi yang dilakukan televisi internasional di Libya dan mampu untuk mempersiapkan diri. "Kegagalan ini menandai berakhirnya hegemoni kartel 'informasi'," tegasnya.
Krisis saat ini antara Washington dan Moskow seputar Ukraina, lanjut Meyssan, telah memaksa pemerintahan Obama untuk meninjau kembali sistemnya. Memang, Washington kini tak lagi menjadi satu-satunya pembicara, karena harus berhadapan dengan pemerintah Rusia dan media dapat diakses di mana saja di dunia melalui satelit dan internet.
"Menteri Luar Negeri John Kerry telah menunjuk deputi baru untuk propaganda, seorang mantan editor majalah Time, Richard Stengel," imbuhnya. Sebelum disumpah pada 15 April, ia sudah menduduki kantornya dan, pada 5 Maret, mengirim "fact sheet" ke media Atlantis utama tentang "10 kontra-kebenaran" terhadap apa yang diucapkan Putin tentang Ukraina. "Ia kembali menyerang pada 13 April dengan lembar kedua '10 kontra-kebenaran lainnya'.".
Apa yang mengejutkan saat membaca prosa ini adalah kebodohannya. "Itu bertujuan untuk memvalidasi sejarah resmi revolusi di Kiev dan mendiskreditkan wacana Rusia tentang kehadiran Nazi dalam pemerintahan baru," papar Meyssan.
"Namun, kita tahu hari ini bahwa sebenarnya "revolusi" itu hanyalah kudeta yang dipentaskan NATO serta dilaksanakan Polandia dan Israel dengan mencampur resep 'revolusi berwarna' dan 'musim semi Arab'," ungkap Meyssan. Para wartawan yang menerima arsip-arsip itu dan menayangkan sepenuhnya, sangat tahu soal rekaman percakapan telepon antara Asisten Menteri Luar Negeri AS, Victoria Nuland, dan Menteri Luar Negeri Estonia, Urmas Paets, tentang bagaimana Washington akan mengubah rezim dengan mengorbankan Uni Eropa, dan tentang identitas sebenarnya para penembak jitu di Maidan.
"Selain itu," kata Meyssan, "mereka juga membaca pengungkapan berikutnya dari mingguan Polandia, Nie, tentang pelatihan para perusuh Nazi di akademi polisi Polandia selama dua bulan, sebelum terjadinya peristiwa [kudeta Kiev].
Kebulatan media barat arus utama tentang peristiwa 11 September 2001 memang meyakinkan opini publik internasional. "Namun, upaya yang dilakukan banyak wartawan dan warga negara, termasuk saya, menunjukkan kemustahilan fisik dari versi resmi itu," kata Meyssan.
Tiga belas tahun kemudian, ratusan juta orang telah menyadari kebohongan itu. "Proses ini hanya akan tumbuh dengan perangkat propaganda baru yang dimanipulasi AS. Singkatnya, semua orang yang menyampaikan argumen Gedung Putih, termasuk pemerintah dan media NATO, menghancurkan kredibilitasnya sendiri," tandas Meyssan.
Barack Obama dan Benjamin Rhodes, John Kerry dan Richard Stengel, hanya bertindak dalam jangka pendek. "Propaganda mereka hanya meyakinkan massa untuk beberapa minggu dan kemudian membantu menciptakan kemuakan saat orang-orang memahami bahwa mereka sedang dimanipulasi," tegas Meyssan.
Tanpa sadar, mereka telah merusak kredibilitas lembaga negara NATO yang secara sadar menyampaikan semua itu. "Mereka lupa bahwa propaganda abad ke-20 hanya dapat berhasil jika dunia dibagi dalam blok-blok yang tidak saling berkomunikasi satu sama lain, dan prinsip monolitik ini tidak kompatibel dengan cara-cara baru komunikasi," katanya.
Kendati belum berakhir, ujar Meyssan, krisis Ukraina sudah mengubah dunia dengan sangat mendalam: dengan secara terbuka menentang Presiden AS, Vladimir Putin telah mengambil langkah yang pada tahap berikutnya akan membuat propaganda AS menghadapi sakaratul maut.
Source : Islam
Times /IT/VN/rj
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...