Kamis, 21 Mei 2015

TRADISI DUSTA FIRANDA KE-1 (lanjutan 2)

LANJUTAN DARI SEBELUMNYA... (Syaikh Idahram)
 
8. Ad-Durar as-Saniyyah, jilid 8, halaman 391:
 
“Karena sesungguhnya aku (Abdul Latif) menaruh hormat atas apa yang telah dilakukan oleh Saud berupa pembangkangannya atas umat Islam dan imamnya (yakni khalifah Turki Utsmani, pen.). Dia (Saud) memerangi umat Islam, yang baik maupun yang jahatnya, kecuali yang mau mentaatinya dan bergabung dengannya. Adapun Abdullah telah memperoleh baiat dan kepemimpinan syar’i (umat Islam) secara umum. Kemudian setelah itu, aku mendapat informasi tentang dirinya bahwa, dia menyurati negara kafir yang bejad itu, meminta bantuannya dan memintanya untuk datang ke negara muslim ini.”[1]

Lalu pada halaman 393, cucu dari Ibnu Abdul Wahab itu melanjutkan ucapannya dengan pengkafiran dan caci-maki:
 



9. Kitab Qurrah Uyun al-Muwahhidin halaman 48-49: 
“Setelah itu, datang kepada kami berita besar yang keji dan sangat menyesakkan dada, memadamkan bendera-bendera Islam; mengusung panji syirik kepada Allah dan penyembahan berhala di negeri ini yang sebelum itu Islam kokoh berdiri dan perkasa atas musuh-musuh Allah, yaitu dengan datangnya tentara-tentara Turki Utsmani dan penguasaan mereka atas Ahsaa yang dipimpin oleh seorang thaghut mereka, Daud ibnu Girgis. Dia mengajak untuk syirik kepada Allah dan penyembahan iblis.”[1]

Seperti ini bunyi kalimat pengkafirannya:
 
 
“Perkataan Ibnu Abdul Wahab, ‘dilindungi harta dan darahnya, sedangkan perhitungannya di sisi Allah s.w.t.’ Ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa harta dan darah seorang muslim tidak dilindungi jika dia (hanya) bersyahadat ‘tidak ada tuhan selain Allah’ dan (meskipun) dia mengingkari penyembahan kepada selain-Nya. Dan jika dia bersyahadat, tetapi tidak mengingkari ibadah kepada selain Allah, maka harta dan darahnya menjadi (benar-benar) halal. Itu dikarenakan dia tidak mengingkari kemusyrikan, tidak menolaknya, dan tidak menafikannya sebagaimana kalimat ‘la ilaha illallah’. Perhatikanlah poin ini, karena memiliki arti yang sangat penting. Syaikh kita berkata, ‘Ini termasuk penjelasan yang paling penting tentang makna ‘la ilaha illallah.’ Jadi, sesungguhnya syahadat saja tidak cukup untuk menjadikan darah dan harta seseorang dilindungi. Bahkan kalimat ‘la ilaha illallahu’ tidak dapat dimengerti maknanya begitu saja, dan bukan sebagai tanda ikrar keislaman. Bukan karena orang itu tidak meminta kecuali kepada Allah semata, tidak ada sekutu baginya. Akan tetapi, darah dan harta seseorang dilindungi, jika dia kufur kepada penyembahan selain Allah. Namun jika dia hanya ragu atau tawaqquf (tidak bersikap), maka harta dan darahnya tidak dilindungi. Inilah masalah yang paling pokok. Inilah penjelasan yang paling gamblang, dan hujjah yang paling kuat dalam perdebatan. Selesai.[1]

Dari kalimat di atas sangat jelas, Ibnu Abdul Wahab dan para pengikutnya menganggap seseorang yang telah mengikrarkan syahadat dan menolak ibadah kepada selain Allah masih belum beragama Islam. Sehingga darah, harta dan kehormatan mereka masih boleh dijarahi. Astagfiruwloohal azhiim… Ajaran apa ini?!
 
10. Durar as-Saniyyah, jilid 9 halaman 237:
 
“Syaikh Muhammad ibnu Abdul Wahab –semoga Allah mensucikan ruhnya– berkata, Ketauhilah, semoga Allah memberikan taufik kepada kami dan Anda untuk beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Allah s.w.t. berfirman dalam kitab-Nya, ‘Maka bunuhlah orang-orang musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka.’ (QS.at-Taubah [9] :5).   
 
Perhatikanlah firman Allah ini, sesungguhnya Allah memerintahkan untuk membunuh, mengepung, mengintai mereka, sampai mereka bertaubat dari kemusyrikan, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Juga, Nabi s.a.w. telah bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, memberikan zakat. Maka jika mereka melakukan itu, terjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam dan perhitungannya kepada Allah s.w.t. 

Ini adalah sabda Rasulullah s.a.w. dan ulama telah ijma (sepakat) atasnya dari semua mazhab. (Namun) telah menyelisihi itu dari mereka orang-orang bodoh yang disebut sebagai ulama dengan mengatakan, ‘Siapa saja yang berkata tidak ada tuhan selain Allah, maka dia muslim, haram (terjaga) darah dan hartanya.’”
Dari perkataan pendiri Wahabi di atas, sangat jelas, tegas dan terang-benderang kalau dia telah menerapkan kata musyrik dalam al-Qur`an yang seharusnya untuk orang-orang kafir Quraisy, tapi dia terapkan untuk orang-orang Islam yang bersyahadat, shalat, puasa, zakat dan mengerjakan haji. Begitulah kebiasaan buruknya terhadap umat Islam.

11.Kitab ad-Durar as-Saniyyah, jilid 1 halaman 224:
Isi kitab ad-Durar as-Saniyyah di halaman tersebut berbicara tentang pengkafiran Salafi Wahabi kepada orang-orang Islam yang melakukan tawassul dan istighatsah. Masalah ini, penulis kupas dalam buku ini pada bab III dengan judul “Bersiaplah Dibunuh Wahabi.”
Pembaca budiman… oleh karena itu, maka tidak aneh rasanya, jika konsep tauhid rancu Salafi Wahabi yang dikenal dengan Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah dijadikan tolok ukur untuk menentukan seseorang telah beragama Islam atau belum. Dengan konsep pembagian tauhid yang tidak pernah diajarkan Rasulullah s.a.w. itu, mereka dapat dengan mudah menvonis seseorang itu musyrik, murtad, atau kafir, jika tidak sejalan dengan ajaran mereka. Lihatlah pernyataan tokoh ulama mereka di bawah ini, seperti: Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hanbal, Ibnu Taimiyah, Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dan Albani:
"المرجئة مثل الصابئين،[1] المرجئة يهود القبلة،[2] الرافضة أكفر من اليهود والنصارى،[3] المعطلة أكفر من المشركين، المرجئة والقدرية ليس لهما نصيب في الإسلام، الحنفية كاللصوص، المتأولين للنصوص كالأشاعرة وغيرهم الملحدون ومخانيث المعتزلة، الجهمية كفار، القدرية كفار، الرافضة كفار، القدرية مجوس...[4] إنك دون شك أو ريب دسيس بين المسلمين ومن أعداء الإسلام كاليهود أو غيرهم لإفساد عقائدهم."[5]
Kaum Murjiah seperti kaum Shabiin, mereka berkiblat kepada Yahudi. Kaum Rafidah lebih kafir dari Yahudi dan Kristen. Sedangkan kaum Mu’aththilah lebih kafir dari orang-orang musyrik. Murjiah dan Qadariyah, mereka berdua bukan bagian dari Islam. Adapun Mazhab Hanafi seperti perampok, mereka telah mentakwil teks-teks agama sebagaimana Asyairah dan lainnya yang kafir dan menjadi banci-banci Mu’tazilah. Kaum Jahmiyah kafir, Qadariyah kafir, Rafidah kafir, Qadariyah Majusi… Sesungguhnya tidak diragukan lagi bahwa, kamu adalah penipu di antara umat Islam dan musuh Islam sama seperti Yahudi atau lainnya untuk merusak akidah mereka.
Seperti itulah mereka, mengkafirkan banyak orang. Sangat mungkin mereka termasuk ke dalam sabda Rasulullah s.a.w., “Akan lahir dari keturunan orang ini (dari Bani Tamim) kaum yg membaca al-Qur’an, tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokannya (hanya di mulut saja).” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Ahmad dan lainnya)[6] Bani Tamim adalah suku pendiri Salafi Wahabi; Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi at-Tamimi.
Ternyata, berita Muhammad ibnu Abdul Wahab telah mengkafirkan umat Islam yang telah syahadat, shalat, zakat, puasa dan berhaji, bukanlah isapan jempol belaka. Padahal Nabi s.a.w. telah mewanti-wanti umatnya begini:
“لا يَرْمِي رَجُل رَجُلاً بالفُسُوق، وَلا يَرْميهِ بِالكُفْر، إِلَّا ارْتدتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذلِك.” (رواه البخاري وأحمد والبيهقي)[7]
“Janganlah seseorang menuduh orang lain fasik atau kafir, karena itu akan kembali kepada dirinya sendiri jika itu tidak terbukti.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Baihaqi)
“أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا. (رواه البخاري ومسلم وأحمد وغيرهم) [8] ومَنْ رَمى مُؤْمِنا بِكُفْر فَهُوَ كَقَتْله. (رواه البخاري ومسلم وأحمد والطبراني والبيهقي)[9]
“Siapa saja yang mengatakan kepada saudaranya (yang seiman), ‘Hai kafir’ maka ucapan itu akan menimpa salah satunya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan lainnya). “Barangsiapa yang menuduh orang beriman sebagai kafir, maka dia seperti membunuhnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Thabarani dan Baihaqi)
Semoga kita tidak mengikuti jejak buruk mereka dalam begitu mudahnya mengkafirkan umat Islam. Aamiin…



[1] Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hanbal, As-Sunnah, Dar al-Kutub al-Ilmiah Beirut, Lebanon, h. 616, 662.
[2] Ibid, 661, 723.
[3] Lihat buku-buku Ibnu Taimiyah semisal: Minhaj As-Sunnah jilid 8 h. 262,  jilid 7, al-Maktabah al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon, h. 220, jilid 5 h. 160, jilid 3 h. 377, jilid 2 h. 46, dan kitab Majmu Fatawa, tahkik Mushtafa Abd al-Qadir, Dar al-Kutub al-Imiyah, jilid 3 h. 356.
[4] Pernyataan ini dinukil dari kitab Qira`ah fi Kutubi l-Aqa’id karya Hasan ibnu Farhan al-Maliki, cetakan Markaz ad-Dirasat at-Tarikhiyyah 2004, h. 177.
[5] Nashiruddin al-Albani, as-Sislsilah ash-Shahihah, pada Mukaddimah terbarunya dari buku tersebut. Lihat Tanâqudhâtu l-Albâni l-Wâdhihah (Kontradiksi-kontradiksi Albani yang Sangat Jelas) karya Hasan as-Segaf ulama Yordania, Dar Imam an-Nawawi Amman, Yordania, h. 301.
[6] Shahih al-Bukhari, Kitab Ahadits al-Anbiya’ (3344), Shahih Muslim, Kitab Az-Zakah (2448), Abu Dawud dalam Kitab As-Sunnah (4764), dan An-Nasa’iy dalam Kitab Tahrim Ad-Daam (4112). Versi Maktabah Syamilah; Shahih al-Bukhari, bab Qaulullah Azza wa Jalla "wa Amma ‘Ad fa Uhliku" 11/130 no. 3095. Sunan Abu Daud, bab fi Qital al-Khawarij 12/391 no. 4136. Musnad Ahmad, bab Musnad Abu Sa’id al-Khudri 23/266 no. 11221, 23/315 no. 11270. Sunan an-Nasai, bab Man Syahara Saifahu Tsumma Wadha’ahu fi an-Nas 12/472 no. 4032.
[7] Shahih al-Bukhari, bab Ma Yunha min as-Sibab 18/476 no. 5585. Shahih Muslim, bab Bayan h. Iman Man Qala li Akhih 1/195 no. 92. Musnad Ahmad, bab Hadis Abu Dzar al-Ghifari 44/56 no. 20590. al-Bahaqi, Syu’ab al-Iman, bab Fashl fi ma Warada min al-Akhbar 14/178 no. 6388.
[8] Shahih al-Bukhari, bab Man Kaffara Akhah bi ghair Ta`wil 19/58 no. 5638, 19/59 no. 5639. Shahih Muslim, bab Bayan h. Iman Man Qala li Akhih 1/194 no. 91. Musnad Ahmad, bab Musnad Abdullah ibnu Umar 9/494 no. 4458, 10/369 no. 4833, 11/44 no. 5008. Thabarani, al-Mu’jam al-Kabir 19/409 no. 988.
[9] Shahih al-Bukhari, bab Ma Yunha min as-Sibab 18/478 no. 5587, bab Man Kaffara Akhah 19/60 no. 5640, bab Man Halafa bi Millah 20/337 no. 6161. Shahih Muslim, bab Ghalazh Tahrim Qatl al-Insan 1/284 no. 160. Musnad Ahmad, bab Hadits Tsabit ibnu adh-Dhihak 33/127 no. 15790, 33/134 no. 15797. Thabarani, al-Mu’jam al-Kabir bab 4, 13/91 no. 14873. al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra 8/23.


[1] Abdurrahman ibnu Hasan ibnu Alu Syaikh, Qurrah ‘Uyun al-Muwahhidin, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh, h. 48-49.
[1] Ibid, hal. 393.
[1] Ibnu Abdul Wahab, ad-Durar as-Saniyyah, op. cit., jilid 8, hal. 391.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...