Sabtu, 11 Mei 2013

Rusia Tetap Jual Misil S-300 ke Suriah

Sabtu, 11 Mei 2013 15:20 wib
Aulia Akbar - Okezone
Foto : Misil S-300 (RIA Novosti)  
Foto : Misil S-300 (RIA Novosti)

BEIRUT - Rusia mempertahankan keputusannya untuk menjual sistem pertahanan udara ke Pemerintah Suriah. Namun belum jelas, apakah Negeri Beruang Merah itu akan menjual misil S-300 yang ditakuti oleh Israel.


Terkait penjualan S-300, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov sama sekali tidak berkomentar. Banyak pihak yang cukup yakin bahwa penjualan S-300 berada di luar kontrak perdagangan senjata Rusia dan Suriah. Demikian seperti diberitakan Associated Press, Sabtu (11/5/2013).

"Rusia sudah menjual persenjataan itu dalam waktu yang cukup lama, kami juga sudah menandatangi kontrak dan menyelesaikan proses pengiriman sistem pertahanan misil itu," ujar Lavrov.

Israel sebelumnya sudah membujuk Rusia agar membatalkan penjualan misil S-300 ke Suriah karena senjata tersebut dinilai bisa mendestabilisasikan keamanan Negeri Yahudi. Amerika Serikat (AS) pun khawatir zona larangan terbang di Suriah akan semakin sulit diberlakukan bila Suriah memiliki senjata tersebut.

Seperti diketahui, AS dan Rusia mulai berbincang pada pekan ini untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi baru untuk Suriah. Langkah itu cukup disambut oleh Pemerintah Suriah, maupun fraksi oposisi.

Salah satu masalah yang akan dibahas dalam dialog itu, antara lain, mencari cara dalam membangun pemerintahan transisi di Suriah. Namun mereka belum menentukan, kapan pemerintahan itu dibentuk.

Sejauh ini, fraksi oposisi memberi prasyarat untuk digelarnya dialog dengan Pemerintah Suriah. Mereka hanya sepakat berbincang bila Presiden Bashar al-Assad dan kroninya turun dari jabatan.

(AUL)

Netanyahu Akan Kunjungi Putin Bahas Rudal Suriah

Reuters/Sebastian Scheiner
Benjamin Netanyahu
Benjamin Netanyahu
Sementara itu laporan REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM bahwa Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu berencana melawat ke Rusia akhir bulan in untuk bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Mereka akan membahas sejumlah topik, termasuk kecemasan Israel bahwa Rusia kemungkinan mengirim sejumlah rudal darat-ke-udara atau rudal antipesawat ke Suriah. Rencana itu dilaporkan Harian Israel, Haaretz, Sabtu (11/5)

"Netanyahu akan bepergian ke Moskow dalam dua pekan mendatang dan bertemu Presiden Vladimir Putin," bunyi laporan Haaretz dalam portal onlinya pada Jumat malam, mengutip dari seorang pejabat tinggi Israel.

"Netanyahu dan Putin akan mendiskusikan penjualan senjata Rusia ke Suriah, terutama penjualan sistem rudal canggih antipesawat S-300," ujarnya. Si pejabat yang menolak disebut namanya menyatakan bahwa perdana menteri juga berupaya menghidupkan lagi pembahasan mengenai isu nuklir Iran.

Saat dihubungi oleh AFP, Sabtu, Kantor Netanyahu menolak untuk berkomentar.
















Menteri Luar Negeri Rusia mengabarkan, proses penyerahan rudal-rudal pertahanan anti-pesawat tempur buatan negara itu ke Suriah, memasuki tahap akhir.

Sebagaimana dilaporkan TV Alalam (11/5), Sergei Lavrov, Menlu Rusia, Jumat (10/5) dalam konferensi pers bersamanya dengan sejawatnya dari Jerman mengatakan, rudal-rudal tersebut digunakan untuk tujuan pertahanan dan membantu Suriah mempertahankan diri dalam menghadapi serangan udara musuh.

Di sisi lain, Guido Westerwelle, Menteri Luar Negeri Jerman dalam konferensi pers itu meminta agar Rusia menghindari upaya pengiriman senjata ke Suriah. Ia mengatakan, "Semua pihak harus mengerahkan upayanya untuk menyelesaikan konflik Suriah."

Statemen-statemen itu mencuat pasca pertemuan Vladimir Putin, Presiden Rusia dengan David Cameron, Perdana Menteri Inggris yang membahas opsi potensial solusi krisis Suriah. Putin dalam kesempatan itu kepada Cameron mengatakan, "Terdapat sejumlah program positif untuk merubah kondisi yang ada. Langkah-langkah praktis terkait krisis Suriah dibahas dalam pertemuan dengan Cameron."

Ditambahkannya, "Kami memiliki kepentingan kolektif yang dapat menyebabkan kekerasan segera diakhiri dan kami sepakat pada proses damai untuk menjaga seluruh wilayah Suriah."
 
Sementara itu, Cameron menjelaskan bahwa sekalipun terdapat friksi antara Rusia dan Inggris terkait solusi krisis Suriah, namun kedua negara mengupayakan untuk mencapai satu tujuan yaitu menghentikan perang di Suriah.

Perdana Menteri Inggris juga mengaku, Moskow dan London sepakat mendukung digelarnya konferensi internasional untuk menemukan solusi politik krisis Suriah berdasarkan Konvensi Jenewa.

Cameron mengatakan bahwa Rusia, Inggris dan Amerika harus bekerjasama untuk membentuk sebuah pemerintahan transisi di Suriah. (IRIB Indonesia/HS)
Sumber
http://international.okezone.com
http://www.republika.co.id 
http://indonesian.irib.ir 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...