Yahudi di Kota Madinah
Di awal-awal berdirinya Daulah Islamiyah di Madinah (abad ke-7 M),
terdapat tiga kabilah besar Yahudi yang tinggal di sana. Kabilah-kabilah
tersebut adalah Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Selain
komunitas Yahudi di Madinah, jazirah Arab juga memiliki komunitas Yahudi
yang sangat besar, yang juga bertetanggaan dengan Daulah Islam yang
baru saja berdiri ini, tepatnya di Utara Madinah, di Khaibar.
Sebagai kepala negara, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
membuat beberapa aturan yang mengikat orang-orang Yahudi. Aturan
tersebut tertuang dalam bentuk perjanjian. Berulang kali dan
terus-menerus terjadi, orang-orang Yahudi mencoba menyelisihi perjanjian
yang telah mereka sepakati. Mereka hendak memutuskan tali ikatan,
mengadakan aksi, dan membolak-balikkan kalimat kesepatakan demi
keuntungan mereka. Tidak heran, kita tentu tahu kisah kakek moyang
mereka ashabu as-sabt yang mencoba menipu Allah, namun Allah lah yang memperdaya mereka. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala saja hendak mereka tipu, apalagi Rasulullah dan para sahabatnya, apalagi generasi akhir zaman yang lemah ini.
Di tengah makar yang dibuat Yahudi Bani Qainuqa’, Rasulullah tetap
memerintahkan para sahabatnya menahan diri untuk tidak mengangkat
senjata menginvasi mereka. Mengingat posisi umat Islam di Madinah belum
kuat dan belum strategis.
Keadaan berbeda setelah kepulangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya dari Perang Badar. Moral para sahabat meninggi,
persatuan mereka kian kokoh, dan keyakinan akan pertolongan Allah pun
kian menghujam di dada-dada mereka. Umat Islam mulai dipandang di
daratan Jazirah, mereka berhasil mengalahkan Mekah yang memiliki wibawa
dan kedudukan di kalangan masyarakat padang pasir itu.
Pengkhianatan Bani Qainuqa’
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya tiba di Kota Madinah –setelah Perang Badar-, orang-orang
Yahudi berkumpul di Pasar Bani Qainuqa’. Beliau bersabda, “Hai sekalian
Yahudi, masuk Islam-lah kalian sebelum kalian merasakan apa yang
dirasakan oleh orang-orang Quraisy”. Hal ini bukan berarti Nabi memaksa
mereka untuk memeluk Islam dan beriman, tapi beliau hendak menjelaskan
dan berharap Yahudi sadar bahwa janji Allah kepada kaum Quraisy adalah
benar, demikian pula bagi mereka yang lain, yang memusuhi Allah dan
Rasul-Nya.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: “لَمَّا أَصَابَ رَسُولُ
اللَّهِ قُرَيْشًا يَوْمَ بَدْرٍ، وَقَدِمَ الْمَدِينَةَ جَمَعَ
الْيَهُودَ فِي سُوقِ بَنِي قَيْنُقَاعَ، فَقَالَ: “يَا مَعْشَرَ يَهُودَ،
أَسْلِمُوا قَبْلَ أَنْ يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَ قُرَيْشًا”.
قَالُوا: يَا مُحَمَّدُ، لاَ يَغُرَّنَّكَ مِنْ نَفْسِكَ أَنَّكَ قَتَلْتَ
نَفَرًا مِنْ قُرَيْشٍ، كَانُوا أَغْمَارًا لاَ يَعْرِفُونَ الْقِتَالَ،
إِنَّكَ لَوْ قَاتَلْتَنَا لَعَرَفْتَ أَنَّا نَحْنُ النَّاسُ، وَأَنَّكَ
لَمْ تَلْقَ مِثْلَنَا”[1].
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Tatkala Rasulullah tiba di Madinah
setelah mengalahkan orang-orang Quraisy di Perang Badar, orang-orang
Yahudi berkumpul di pasar Bani Qainuqa’. (Lalu datanglah) Nabi dan
bersabda (kepada mereka), ‘Hai orang-orang Yahudi, masuk Islam-lah
kalian sebelum kalian ditimpa dengan hal yang sama menimpa Quraisy
(kekalahan dan kehinaan, pen.)’. Mereka menjawab, ‘Wahai Muhammad,
janganlah tertipu dengan dirimu sendiri lantaran menang melawan
orang-orang Quraisy. Mereka adalah orang-orang yang dungu, yang tidak
mengerti tentang peperangan. Kalau engkau memerangi kami, niscaya engkau
akan tahu bahwa engkau belum pernah menemui orang sehebat kami (di
medan perang)’.” (HR. Abu Dawud).
Ketika diingatkan kepada suatu pelajaran, bukannya mengambil hikmah,
Bani Qainuqa’ malah menantang dan menabuh genderang perang. Rasulullah
menyeru dan mendakwahi mereka kepada Islam, mereka jawab dengan
pernyataan bahwasanya mereka siap berperang melawan umat Islam. Allah Ta’ala pun menurunkan firman-Nya terkait jawaban orang-orang Yahudi ini:
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ
إِلَى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ المِهَادُ. قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي
فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَأُخْرَى
كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللهُ يُؤَيِّدُ
بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لأُولِي الأَبْصَارِ
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: “Kamu pasti akan dikalahkan
(di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah
tempat yang seburuk-buruknya”. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu
pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur di Perang Badar).
Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir
yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua
kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang
dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (QS. Ali Imran: 12).
Tidak lama dari itu, benar saja, Yahudi kembali membuat masalah dengan mengganggu wanita muslimah.
Suatu hari ada wanita muslimah datang ke Pasar Bani Qainuqa’ untuk
suatu kebutuhan yang ia perlukan. Ia menghampiri salah satu pedangang
Yahudi, kemudian melakukan transaksi jual beli dengannya. Namun orang
Yahudi berhasrat membuka cadar yang dikenakan sang muslimah karena ingin
melihat wajahnya. Muslimah itu berusaha mencegah gangguan yang
dilakukan Yahudi ini. Tanpa sepengetahuan wanita itu, datang lagi lelaki
Yahudi di sisi lainnya, lalu ia tarik ujung cadarnya dan tampaklah
wajah perempuan muslimah tersebut. Wanita ini pun berteriak, lalu
datanglah seorang laki-laki muslim membelanya. Terjadilah perkelahian
antara muslim dan Yahudi dan terbunuhlah Yahudi yang mengganggu muslimah
tadi. Melihat hal itu, orang-orang Yahudi tidak tinggal diam. Mereka
mengeroyok laki-laki tadi hingga ia pun terbunuh.
Ini adalah pelanggaran yang sangat besar. Mereka menganggu wanita
muslimah, kemudian laki-laki Bani Qainuqa’ bersekutu membunuh laki-laki
dari umat Islam.
Respon Umat Islam Terhadap Bani Qainuqa’
Sampailah kabar tentang peristiwa ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Segera beliau mengumpulkan para sahabat dan mempersiapkan pasukan.
Lalu, orang-orang munafik dengan gembong mereka Abdullah bin Ubai bin
Salul, memainkan peranannya. Ia berusaha melobi Rasulullah agar
mengurungkan niat mengepung Yahudi Bani Qainuqa’. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memperdulikan saran Abdullah bin Ubai.
Tidak menunggu waktu lama, pasukan pun mengepung perkampungan Bani Qainuqa’.
Ya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memobilisasi
pasukan untuk membela seorang wanita muslimah yang tersingkap auratnya
dan membela darah seorang muslim yang tertumpah. Begitu besarnya arti
kehormatan wanita muslimah dan harga darah seorang muslim di sisi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau siap menanggung resiko
kehilangan nyawa para sahabatnya demi membela kehormatan muslimah.
Selain itu, Bani Qainuqa’ bukanlah orang-orang yang lemah, mereka
memiliki persenjataan, pasukan, benteng, dan kemampuan militer yang
mumpuni. Tapi tetap Rasulullah dan para sahabatnya hadapi demi seorang
wanita muslimah.
Namun hari ini, kita lihat banyak wanita muslimah suka rela
mendedahkan auratnya dan suka rela merendahkan kehormatan mereka
sendiri. Bahkan lebih aneh lagi, mereka marah apabila ada orang yang
menghalangi mereka membuka aurat. Kata mereka menghalangi kebebasan,
melanggar hak asasi, dan menghambat kemajuan, wal ‘iyadzubillah. Dari
sini juga kita mengetahui betapa agungnya kedudukan wanita dalam Islam.
Pengepungan dimulai pada hari sabtu, di pertengahan bulan Syawal,
tahun 2 H. Pengepungan tersebut terus berlangsung selama dua pekan,
sampai akhirnya ketakutan pun kian merasuk ke dalam jiwa para Yahudi
ini. Mereka menyerah dan tunduk kepada putusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah memutuskan vonis hukuman mati bagi orang-orang yang
terlibat dalam peristiwa di pasar tersebut, yang melakukan tindakan
keji, dan menyelisihi perjanjian. Putusan ini bukan hanya pelajaran bagi
Yahudi atas perlakuan mereka mengganggu wanita muslimah dan menumpahkan
darah umat Islam, akan tetapi sebagai hukuman atas gangguan-gangguan
yang mereka lancarkan semenjak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Madinah. Mereka mencela Allah, Rasul-Nya, mengganggu para sahabat, menebarkan isu-isu yang memecah belah, dll.
Visi Rasulullah Memilih Waktu Perang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak terburu-buru dan emosional
dalam merespon gangguan kaum Yahudi. Beliau tidak gegabah memilih opsi
militer sebagai jawaban kontan dari setiap makar mereka. Rasulullah
realistis dengan keadaan, meskipun secara keimanan para sahabatnya siap
tempur, namun kesiapan materi belum dianggap cukup mumpuni. Ditambah
efek pasca perang belum siap ditanggung oleh umat Islam, karena umat
Islam belum mandiri.
Sumur Ruma, yang dibeli oleh Utsman bin Affan untuk kepentingan kaum muslimin |
Setelah dianggap mandiri dalam perekonomian dan memiliki sarana
militer yang mumpuni, barulah Rasulullah menyerang Bani Qainuqa’.
Dikatakan mandiri dalam perekonomian, umat Islam sudah memiliki pasar
sendiri setelah sebelumnya mengandalkan pasar Bani Qainuqa’. Kaum
muslimin juga telah menguasai sumber air, dengan dibelinya Sumur Ruma
oleh Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu dan diwakafkan untuk
kepentingan kaum muslimin. Mumpuni secara militer, kaum muslimin tidak
mengandalkan sekutu dan pihak lain yang menjamin mereka.
Kesiapan iman dan materi tersebut ditambah lagi dengan peristiwa
besar yang jelas-jelas merupakan bentuk pelanggaran perjanjian. Visi dan
strategi yang tepat ini berbarengan dengan timing yang tepat pula atas takdir Allah Ta’ala.
Yahudi, Dahulu dan Sekarang
Sudah menjadi tabiat orang-orang Yahudi senantiasa melanggar
perjanjian. Kalau dahulu mereka melakukannya, anak cucu mereka sekarang
pun demikian. Kita ketahui bersama, awalnya orang-orang Yahudi dilarang
memasuki wilayah Palestina, namun mereka tetap melanggar hal itu. Dari
penjuru dunia, mereka datang menuju Palestina, mengambil sedikit demi
sedikit wilayah tersebut. Mereka mulai menguasai perekonomian Palestina,
kemudian menyelundupkan senjata-senjata ringan, kemudian
senjata-senjata berat. Sampai akhirnya terjadi konflik dan PBB pun
menetapkan membagi wilayah Palestina untuk orang-orang Arab dan
orang-orang Yahudi.
Kemudian hingga sekarang batas wilayah Yahudi kian melebar dan terus
membesar, janji perdamaian bagi mereka hanya sekadar catatan kertas yang
tiada artinya.
Hubungan Erat Yahudi dan Munafik
Tampilan orang-orang munafik sama sekali tidak berbeda dengan kaum
muslimin secara umum. Mereka memakai nama-nama yang islami dan tampilan
yang tidak menyelisihi umat Islam di daerah mereka tinggal, namun hati
mereka menyelisihi tampilan fisiknya. Mereka bersahabat dengan Yahudi
bahkan menjaga image dan eksistensi Yahudi di negeri-negeri Islam.
Orang-orang Yahudi pun berusaha terus menjalin hubungan dekat dengan
mereka, dahulu dan sekarang. Kalau dahulu orang-orang Yahudi melindungi
Abdullah bin Ubay, maka sekarang donatur-donatur Yahudi juga melindungi
agen-agen mereka di negeri muslim. Membiayai organisasi-organisasi
mereka, memberikan beasiswa ke sekolah-sekolah terkenal untuk memberikan
image cendekiawan kepada mereka, dan mempopulerkan mereka melalui media-media. Oleh karena itu, Allah katakan mereka adalah saudara.
أَلَمْ تَر إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ
لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ
أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلاَ نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا
أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ
لَكَاذِبُونَ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata
kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab:
“Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu;
dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk
(menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu
kamu”. Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar
pendusta. (QS. Al-Hasyr: 11).
Penutup
Peristiwa peperangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Yahudi Bani Qainuqa’ penuh dengan pelajaran berharga:
- Betapa mulianya kedudukan wanita di dalam Islam dan dustanya
tuduhan orang-orang feminis yang menyatakan bahwa Islam merendahkan
kedudukan wanita.
- Betapa besarnya arti menutup aurat, hingga Rasulullah mengerahkan pasukan bagi orang-orang yang menganggunya.
- Sikap Rasulullah yang begitu tenang, jauh dari emosinal dan
terburu-buru dalam memerangi Yahudi. Beliau memulai dengan pondasi iman,
kemudian kesiapan materi, barulah mengadakan kontak senjata dengan
Yahudi.
- Di tengah-tengah umat Islam senantiasa ada orang munafik yang dengan lantang membela kepentingan Yahudi.
Sumber:
- Shalabi, Ali Muhammad. 2007. Ghazawatu ar-Rasul, Durus wa ‘Ibar wa Fawa-id. Kairo: Muassasah Iqra.
- islamstory.com
- Shalabi, Ali Muhammad. 2007. Ghazawatu ar-Rasul, Durus wa ‘Ibar wa Fawa-id. Kairo: Muassasah Iqra.
- islamstory.com
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon tinggalkan pesan dan komentar anda...